Saya Kecewa Berat di Riau

Saya Kecewa Berat di Riau
Pemimpin Redaksi Pekanbaru Pos (Grup JPNN.com), Afni Zulkifli (kanan) bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Foto JPNN.com

Perihal kebakaran lahan dan hutan (Karlahut) bagaimana?

Saya minta Dirjen Penegakan Hukum, berkantor di Riau selama satu bulan dan lakukan observasi menyeluruh. Saya perintahkan, sudah kamu di sana saja. Gak usah pakai publikasi, yang penting kerja dan kawal semuanya. Tindak tegas pelaku pembakar lahan, siapapun dia. Mau masyarakat atau pun perusahaan, jika terbukti membakar dengan sengaja, segel saja lahannya. Biar tidak terus saja terulang masalah ini. Saya sering sedih melihat asap kembali dirasakan rakyat Riau.

Di Pekanbaru sudah ada 100 hektar lahan disegel di Air Hitam. Lalu ada PT HSL di Pelalawan, PT RGMS di Kampar dan satu konsesi di Siak. Tim Pak Dirjen akan terus menyusuri lahan-lahan itu. Nanti dari sana akan terlacak siapa yang membakar.

Masyarakat sempat ada harapan dengan kedatangan Presiden Jokowi ke Riau, akan ada kebijakan khusus menangani Karlahut dan asap. Tapi ternyata Karlahut dan asap kembali dirasakan rakyat. Bagaimana penanganan pemerintah?

Nah, inilah yang bikin saya kecewa berat. Kalau saja Pemda-nya mau nurut dengan arahan kita, mungkin tidak begini jadinya. Sebenarnya saya sudah minta kepada Pemprov Riau, sejak bulan Mei, mulai membuat 1.000 sekat kanal di lahan-lahan rawan. Ini langkah konkrit. Anggarannya sudah ada dari BNPB (Badan Nasional Penanganan Bencana) dan sudah sudah siap cair sebesar Rp 15 miliar. Tapi teryata tidak dibangun kanal-kanal itu.
 
Masalahnya dimana?

Tidak ada masalah. Dana sudah ada. Perintah kita ke daerah sudah jelas. Tapi Pemdanya tidak mau jalankan. Makanya saya kecewa sekali. Mereka tidak mau bangun kanal, hanya karena alasan administratif, menunggu petunjuk teknis. Padahal inikan sifatnya bencana, jadi harusnya Pemda sigap dan tidak perlu menunggu surat.
 
Saya ini pernah menjadi staff Gubernur selama 20 tahun. Tugas staff Gubernur dalam fungsi birokrasi itu ada yang namanya advist kebijakan, memberi masukan pada Gubernur. Kalau justru menunggu administratif, sementara masalah rakyat tak berani ambil keputusan, kan malah jadi masalah.

Mungkin ada kekhawatiran berimplikasi hukum?

Khawatir itu wajar. Tapi jangan takut tanpa alasan. Apalagi ini untuk mengambil keputusan bagi kepentingan rakyat banyak. Dalam birokrasi tak selamanya harus menunggu Juknis. Hasil-hasil rapat dan arahan Menteri itu sudah bisa dijadikan landasan.
 
Saya kan sudah jelas memberi arahan, segera bangun sekat kanal dengan melibatkan masyarakat, Polri dan TNI. Ini kan masalah bencana besar, mengapa harus menunggu hal-hal bersifat administratif yang kecil.
 
Kalau kanal dibuat dari bulan Juni, mungkin Juli-Agustus tidak ada itu asap. Tapi Pemprov tak berani buat dengan melibatkan masyarakat. Saya menyayangkan sekali dan itu sudah saya sampaikan langsung ke Plt Gubernur Riau.
 
Nah, saat bencana Karlahut dan asap terbukti kembali datang, baru menyesal tak buat kanal, rasanya ya buat apa? Kalau Pemda Riau tidak cepat tanggap dan terlalu takut mengambil kebijakan, kasihan nanti rakyatnya yang justru jadi korban.
 
Riau ini kan sangat setrategis sekali. Masyarakatnya sangat terbuka. Bahkan Riau termasuk Provinsi dengan tingkat investasi tertinggi di Indonesia. Kalau sudah bagus begitu, masa mau mundur hanya gara-gara asap. Tidak hanya Riau yang rugi, tapi juga Indonesia.
 
Berapa kerugian karena Karlahut dan asap?

Sebuah gadget canggih tidak lepas dari tangannya. Pada bahasan tertentu, ia aktif melihat data di perangkat itu, bahkan mengirim pesan langsung ke

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News