SDG 2030 Terancam, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Tembakau Harus Dituntaskan

SDG 2030 Terancam, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Tembakau Harus Dituntaskan
Tembakau kering yang menjadi bahan baku rokok. Foto/ilustrasi: Ara Antoni/JPNN.Com

Kegagalan pemerintah dalam mengurangi produksi pemasaran dan konsumsi tembakau merupakan bagian dari pelanggaran kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia yang tercantum dalam pasal 12 konvensi HAM.

Ekonom Tax Center UI Vid Adrison mengatakan, apabila dilihat dari strukturnya, sistem cukai CHT di Indonesia adalah sistem cukai yang sangat rumit karena menggunakan hingga 4 dimensi guna menentukan tarif cukainya, yaitu jenis rokok, golongan produksi, teknik produksi, serta harga.

“Di Indonesia, sistem CHT sangat kompleks sehingga tujuan dari pengendalian konsumsi dari cukai itu tidak optimal. Selain itu, orang berusaha menghindari pajak secara legal sehingga implikasinya penerimaan negara tidak optimum,”katanya.

Vid mengatakan apabila simplifikasi struktur CHT dilakukan, pengurangan konsumsi rokok akan lebih besar. “Semakin banyak tier, semakin banyak tarif. Kalau seandainya simplifikasi dijalankan, harga rokok lebih tinggi, merek baru berkurang, variasi harga berkurang dan memotivasi orang untuk berhenti,” katanya.

Sementara itu, analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Febri Pangestu mengatakan, pemerintah tengah merencanakan penyederhanaan struktur tarif CHT. Ia juga mengatakan bahwa beberapa layer tertentu tarifnya sudah didekatkan.

“Pelaksanaan penyederhanaan struktur tarif CHT kita harapkan segera ya karena ini sudah masuk dalam periode 2020-2024, jadi harus segera dilaksanakan,” katanya.

Febri mengatakan, sistem tarif cukai yang kompleks dengan pembagian golongan dan tier hanya dilakukan oleh Indonesia di seluruh dunia, sehingga organisasi kesehatan dunia, WHO juga sering menyinggung.

“Kemenkeu berusaha menyederhanakan, tentu saja akan tetap memperhatikan impact di industrinya seperti apa. Supaya penyederhanaan struktur tarif CHT ini tidak menimbulkan gejolak,” kata Febri.

Tidak tercapainya tujuan pengendalian tembakau disinyalir bakal memicu kegagalan Indonesia dalam mencapai Sustainable Development Goals 2030

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News