Sekolah SPK Sudah Mandiri dan Mampu Sejahterakan Guru

Sekolah SPK Sudah Mandiri dan Mampu Sejahterakan Guru
Pengamat dan praktisi pendidikan Satriwan Salim. Foto: tangkapan layar/mesya

Mengingat fasilitas SPK jauh lebih bagus dengan kombinasi kurikulum internasional dan nasional.

"Jadi ketika belajar dari rumah (BDR) begini enggak ada kesulitan. Enggak seperti sekolah swasta dan negeri lainnya yang bingung dengan kuota internet," ucapnya.

Dihubungi terpisah Anita Purnomosari dari IPH Schools mengungkapkan, sejatinya sekolah berstatus SPK sudah secara mandiri mengelola operasionalnya, termasuk masalah kesejahteraan guru.

Dia mencontohkan ketika IPH Schools beralih dari sekolah swasta nasional ke SPK, pihaknya langsung mengumumkan guru-gurunya tidak lagi mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah.

Artinya, yayasan SPK yang akan menanggung gaji serta tunjangan gurunya.

"Ya kan memang harus begitu. Aturan mainnya, ketika sudah komitmen menjadi SPK otomatis semua jadi tanggung jawab yayasan. Tidak boleh lagi mengharapkan bantuan pemerintah karena yayasan diberikan kewenangan untuk mengatur sendiri manajemen sekolahnya," terangnya.

Di sisi lain, ketika guru-guru SPK sudah ditingkatkan kesejahteraannya oleh yayasan, otomatis kinerjanya harus sesuai standar asing. Sebab, SPK itu dikelola bersama dengan lembaga pendidikan asing.

Hal sama diungkapkan Aulia Widya Esti dari Surabaya European School. Surabaya European School tadinya international school dan kemudian beralih status jadi SPK. Sebenarnya yayasan sudah mengetahui aturan dari Kemendikbud soal SPK. Bahwa yayasan lah yang mengatur standar kesejahteraan guru-guru SPK.

Keberadaan sekolah SPK berbiaya tinggi dinilai sudah mandiri sehingga seharusnya mampu mensejahterakan guru-gurunya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News