Sistem Proporsional Terbuka Menciptakan Ruang Perselisihan Antarkader Partai Makin Besar

Sistem Proporsional Terbuka Menciptakan Ruang Perselisihan Antarkader Partai Makin Besar
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, Doktor Putu Gede Arya Sumertha Yasa mengatakan sistem proporsional terbuka pemilihan calon legislatif lebih menghadirkan semangat individualis akibat praktik pasar bebas yang terjadi. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

Untuk diketahui, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) sedang melakukan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait sistem proporsional terbuka.

Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Apabila judicial review itu dikabulkan MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.

Di sisi lain, mayoritas fraksi di DPR justru menyatakan keberatan bila sistem proporsional tertutup diberlakukan.

Mereka menginginkan sistem proporsional terbuka yang digugat itu untuk terus dipertahankan. (antara/jpnn)

Sistem proporsional terbuka pemilihan calon legislatif lebih menghadirkan semangat individualis akibat praktik pasar bebas yang terjadi


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News