Ssttt..Kata Menteri Yuddy, Ada Bupati Sering Nge-mal di Sekitar Bundaran HI

jpnn.com - JAKARTA - Aturan cuti untuk pejabat negara belum jelas. Akibatnya, menurut MenPAN dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi banyak kepala daerah yang memanfaatkan waktu kerja untuk refreshing.
"Anda coba lihat di Hotel Indonesia (mal dekat Bundaran HI) banyak sekali bupati yang sudah berminggu-minggu di situ dengan alasan ada dinas. Ini juga bertentangan dengan UU 28 tahun 1999 tentang mewujudkan pemerintah yang bebas dari KKN," ujar Yuddy di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1).
Dua mal dan dua hotel besar di kawasan Bundaran HI memang terkenal mahal dan mewah. Karena itu, Yuddy mengaitkan kebiasaan sejumlah oknum bupati tersebut dengan KKN. Ia tidak menyebut identitas para bupati itu. Karena kebiasaan itulah, Yuddy mengatakan, pentingnya aturan cuti untuk pejabat negara.
"Segala sesuatu harus diatur. Jangan mencuri-curi cuti yang tidak resmi. Lebih baik dilegalkan saja cuti pejabat negara itu harus seperti apa," tegasnya.
Aturan cuti yang akan disusun itu termasuk untuk para anggota DPR. Menurutnya, Presiden Joko Widodo meminta aturan itu dibentuk dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).
"Yang belum diatur kan pejabat negara. Kalau PNS kan sudah diatur, eselon 1 dan 2. Di atas eselon 1 kan biasanya menteri, pimpinan lembaga, pejabat negara, dan hakim agung. Menteri tak punya cuti," tandas Yuddy. (flo/jpnn)
JAKARTA - Aturan cuti untuk pejabat negara belum jelas. Akibatnya, menurut MenPAN dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi banyak kepala daerah yang
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Dedi Mulyadi Kirim Siswa Bermasalah ke Barak TNI, Komnas HAM: Maksudnya Apa?
- Kabareskrim Bicara Judi Online, Ada Kata Iming-Iming dan Kebohongan
- Grib Jaya Kalteng Segel Perusahaan di Barito Selatan, Irjen Iwan Kurniawan Bertindak
- Prabowo Bakal Digitalisasi Sekolah, Siswa Bisa Belajar Dari Layar Televisi
- Wamen Viva Yoga Ajak Gen Z Berkreasi, Berinovasi & Berkiprah di Kawasan Transmigrasi
- LSM dan Mahasiswa Dinilai Berperan Penting sebagai Penyeimbang Kekuasaan