Status Udara 'Berbahaya' Akibat Kabut Asap Pekat Karhutla, Jambi Liburkan Sekolah Selama Sepekan

Status Udara 'Berbahaya' Akibat Kabut Asap Pekat Karhutla, Jambi Liburkan Sekolah Selama Sepekan
Tim Manggala Agni KLHK terus melakukan patroli mandiri dan sosialisasi di provinsi-provinsi rawan karhutla. Foto: KLHK for JPNN.com

Selain itu Pemkab Jambi juga telah memerintahkan instansi pelayanan kesehatan untuk memprioritaskan dan menggratiskan layanan bagi warga yang mengeluhkan kesehatan akibat terpapar kabut asap pekat.

Sementara itu seorang warga yang juga akademisi di Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi menilai keputusan meliburkan siswa ini sudah sedikit terlambat. Karena menurutnya kondisi kabut asap yang membahayakan warga sudah berlangsung sejak sepekan terakhir.

"Kabut di Kota Jambi masih pekat. Sudah lebih baik hari ini tapi masih pekat. Abu sudah masuk ke dalam rumah. Partikel debunya itu kelihatan melayang-layang, kalau kita keluar pakai jilbab putih atau hitam itu baru sebentar saja sudah kelihatan sekali ada lapisan debu putih-putih gitu." Tutur Wenny menggambarkan kabut asap yang menyelimuti kota tempat tinggalnya.

"Harusnya sekolah diliburkan sejak satu minggu lalu, karena memang sudah parah seperti ini sejak seminggu lalu. Mata pedih dan tenggorokan jadi kering. Anak-anak teman saya itu sudah mengeluh sakit batuk, pilek, sesak bahkan sudah sejak seminggu lalu banyak yang bolos tidak sekolah karena situasi asap ini." Lanjutnya.

Meski sudah hampir dua pekan berlangsung, namun Wenny mengatakan bantuan masker belum merata didapatkan warga dan jika berlangsung lama penyediaan masker ini cukup memberatkan warga.

"Warga kalau keluar rumah harus pakai masker dan harus pakai yang anti polusi N95, karena kalau pakai masker yang biasa itu sebentar saja udah penuh sama debu dan nafas jadi terasa panas dan sesak di rongga dada. Kondisi kabut asap sekarang hampir sama seperti tahun 2015. Tapi yang pakai masker N95 itu hanya orang tertentu, karena harganya cukup mahal, kebanyakan warga pakai masker yang tipis." katanya.

Sebagai warga, Wenny berharap kabut asap ini dapat segera diatasi. Ia mengaku sangat geram dengan fakta daerahnya selalu menjadi langganan bencana kabut asap. Karenanya ia mendesak aparat berwenang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.

"Kebijakan untuk menangani karhutla ini diseruiuskanlah, Terutama kepada Bupati dan Gubernurnya, masak sejak 2015 kita jadi daerah langganan hotspot. Pada 2015 kan sampai Presiden turun tangan dan sudah ada kebijakan karhutla, tapi kok terjadi lagi."

Kebakaran hutan dan lahan karhutla menyebabkan kabut asap pekat di sejumlah daerah masih belum teratasi sepenuhnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News