Strategi Lahirkan Koperasi Rakyat Berkelas Korporasi

Strategi Lahirkan Koperasi Rakyat Berkelas Korporasi
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri LHK Siti Nurbaya saat menyerahkan surat izin Hak Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan kepada masyarakat. Foto: Humas KLHK

''Dengan dukungan finansial, diharapkan rakyat semakin produktif dan bisa sejahtera. Misalnya, jika kelompok tani pinggir hutan membentuk koperasi, maka koperasi rakyat ini harus bisa berkelas korporasi,’’ kata Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar.

Kementerian LHK telah menerbitkan instrumen kebijakan yang membuka peluang untuk mendapat akses pembiayaan, antara lain melalui PermenLHK Nomor 12/MENLHK-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan PermenLHK Nomor 83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial.

Dengan kedua kebijakan ini, pemegang HTI dan HTR memiliki kesempatan untuk mengembangkan tanaman semusim jangka pendek (antara lain tanaman pangan) di antara tanaman berkayu, sehingga diperoleh pendapatan antara yang memperkuat arus kas dan memungkinkan digunakan untuk pembayaran angsuran pinjaman.

Pengembangan kemitraan HTI – HTR menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kendala dalam pengembangan HTR. Pendekatannya dapat ditempuh melalui pola klaster, dengan mengintegrasikan HTI dan HTR dalam satu wilayah/region tertentu serta memiliki konektivitas yang kuat dengan pasar/industri di region yang lain.

Sebagai contoh, pada tanggal 20 Desember 2016 Presiden telah meresmikan kolaborasi antara pemegang izin HTR dengan industri perkayuan di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah sebagai langkah nyata upaya pengembangan industri kehutanan secara luas, sekaligus untuk meningkatkan produktivitas lokal serta mengatasi kemiskinan dan kesenjangan. Pada saat itu, Presiden menyerahkan secara simbolis 12 izin usaha hutan tanaman rakyat, hutan desa dan hutan kemasyarakatan.

“Swasta diharapkan bisa lebih memahami rakyat, dan pihak-pihak seperti akademisi dan LSM harus terus bersama rakyat. Pola pendampingan ini memang memerlukan waktu lama, namun kita tidak boleh bosan dan harus menemukan cara-cara baru mendorong masyarakat bisa mengelola hutan dengan baik, sehingga bisa terangkat kesejahteraannya,’’ kata Menteri Siti.

Ditambahkannya, peningkatan nilai perhutanan sosial bukan saja sebagai akses lahan hutan untuk produktif, tapi juga untuk mengawal ekosistem, masyarakat budaya adat dan secara “keseluruhan” mengawal kebhinekaan Indonesia.

Sejak tahun 2007 hingga Oktober 2014 telah tercatat sekitar 449.104,23 hektar hutan sosial, dan dari November 2014 sampai dengan Agustus 2017, telah didistribusikan 604.373,26 hektar, sehingga total sampai saat ini telah terlokasikan sekitar 1.053.477,50 hektar. Adapun sekitar 700 ribu hektar lainnya, sedang dalam perencanaan untuk alokasi selanjutnya.

Pola perhutanan sosial adalah pemberdayaan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News