Sudah Saatnya UU Perbankan Disempurnakan

Demi Kepentingan Nasional dan Perlindungan Konsumen

Sudah Saatnya UU Perbankan Disempurnakan
Sudah Saatnya UU Perbankan Disempurnakan

Karenanya, sebaiknya unsur nasionalisme tetap harus dikedepankan dalam UU Perbankan. Namun demikian Misbakhun tetap mendorong adanya nasionalisme di sektor perbankan. “Saya bukan alergi asing, tapi itu tetap harus dipikirkan,” katanya.

Sementara mantan keuangan era Orde Baru, Fuad Bawazier menyatakan, sejak era reformasi bergulir justru pemerintah malah cendering pro-asing. Menurutnya, hal itu tak terlepas dari krisis moneter 1997-1998 sehingga pemerintah meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) yang ternyata malah menjadi pintu masuk bagi asing untuk melakukan intervensi.

Fuad menegaskan,  letter of intent (LoI) antara IMF dengan pemerintah Indonesia telah membuka liberalisasi perbankan yang mengakibatkan bank swasta dan nasional terseok-seok. Namun, kata Fuad, bank asing ternyata tak punya peran banyak dalam menguatkan perekonomian nasional karena uang yang digelontorkan hanya demi fee. “Jadi bukan untuk kredit produktif,” ujarnya.

Sedangkan Halim Alamsyah tak menampik pernyataan Fuad. Halim mengakui, peran bank asing dalam pemberian kredit memang tak besar. “Tahun 2014, (bank) milik asing dan campuran cuma 14 persen, swasta 45 persen,” katanya.

Menurutnya, bank asing fokus memburu fee dan devisa karena memang imbas dari kebijakan BI. Pasalnya, bank sentral itu membatasi bank asing hanya bisa membuka cabang di 10 kota.

“Tak heran fokus mereka ke fee dan devisa. Di satu sisi mereka seperti itu, tapi kita harus manfaatkan mereka bagi kepentingan ekonomi,” tandasnya.(jpnn)


JAKARTA - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dianggap sudah saatnya diperbaiki. Sebab, perkembangan yang ada di sektor perbankan belum sepenuhnya


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News