Sultan Ghozali

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sultan Ghozali
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Batu berwarna hijau yang digosok, dan kemudian diberi pengikat cincin bisa bernilai ratusan juta rupiah ketika orang pada keranjingan batu akik. Ketika musim akik lewat batu itu hanya laku puluhan ribu saja.

Itulah yang terjadi dengan NFT sekarang. Tidak ada ilmu akuntansi yang bisa menghitungnya. Tidak ada ilmu dagang yang bisa menjustifikasi harganya.

Para trader NFT itu hidup dalam dunianya sendiri, dunia digital maya yang terpisah dari realitas.

Seseorang yang mempunyai koleksi NFT akan eksis di dunia pergaulan digital. Eksistensi seseorang ditentukan oleh eksistensinya di dunia digital. Eksistensi fisik sudah kabur digantikan oleh eksistensi virtual.

Realitas fisik sudah diganti oleh realitas virtual dan realitas buatan, augmented reality.

‘’Aku Klik Maka Aku Ada’’, begitu kata Franky Budi Hardiman dalam buku ‘’Manusia dalam Revolusi Digital’’ (2021).

Teknologi digital telah mengubah konsep manusia dan eksistensinya. Dahulu manusia dianggap ada kalau dia bertemu, bersalaman, dan berbincang. Sekarang, manusia bertemu, bersalaman, dan berbincang lewat dunia virtual.

Dahulu, kalau ditanya berapa jumlah teman kita maka kita akan menghitung teman-teman sebangku, sekelas, atau sekampung. Sekarang, teman kita dihitung dari berapa banyak perkawanan kita di Facebook, bisa lima ribu, bisa ratusan ribu dan jutaan.

Janda bolong, batu akik, ikan arwana dan foto-foto selfie Sultan Ghozali adalah bagian dari NFT,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News