Survei Pesanan

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Survei Pesanan
Surat suara pemilu. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

Survei capres pertama di Amerika dilakukan pada 1824. Hasilnya menunjukkan capres Andrew Jackson unggul atas John Quincy Adams.

Ternyata hasil pemilu sesuai dengan prediksi survei. Sejak itulah survei menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses politik Amerika.

Pada pilpres 1916, majalah Literary Digest turut melakukan survei nasional untuk melihat siapa capres yang akan terpilih. Hasil surveinya menujukkan bahwa Woodrow Wilson lebih unggul dari pesaingnya.

Ternyata hasil pilpres sesuai dengan prediksi survei. Pada pemilu berikutnya, majalah itu juga berhasil memprediksi kemenangan Warren Harding pada 1920, Calvin Coolidge pada 1924, Herbert Hoover pada 1928, dan Franklin Roosevelt pada 1932.

Ketika itu metode yang dipakai masih tradisional. Jutaan kartu pos dikirim secara manual kepada partisipan.

Namun, cara ini dinilai boros dan persebaran respondennya tidak merata. Selain itu, survei juga menunjukkan adanya bias dari partisipan.

Hal ini terbukti pada survei capres 1936. Hasil jajak pendapat menunjukkan Alf Landon akan memenangi Pilpres pemilu presiden Amerika Serikat. Namun, ternyata petahana Roosevelt yang terpilih kembali.

Peneliti George Gallup menemukan bahwa partisipan yang menyukai Landon lebih antusias mengembalikan kartu pos mereka. Memang Landon menang dalam jajak pendapat prediksi preferensi presiden kala itu.

Lembaga survei juga menjadi konsultan politik yang menawarkan paket komplet berharga tinggi. Lembaga survei menjadi perusahaan dengan omzet besar, bosnya tajir.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News