Tantangan Inflasi pada Tahun Politik

Tantangan Inflasi pada Tahun Politik
Founder IndoSterling Capital William Henley. Foto: Dok Pri

Kedua, penurunan harga minyak dunia belakangan karena beragam faktor tentu menjadi berkah.

Meski pendapatan negara menurun, tetapi nilai impor minyak lebih murah sehingga defisit dagang sekaligus defisit transaksi berjalan dapat ditekan. Muaranya adalah nilai tukar yang stabil.

Tahun depan, pemerintah menargetkan rupiah dalam APBN Rp 15.000 per dolar AS.

Akan tetapi, melihat kecenderungan terkini, rupiah berpotensi menembus level Rp 14.000 per dolar AS. 

Nilai tukar yang rendah tentu mengurangi risiko imported inflation. Di titik ini, sikap dan kebijakan moneter Bank Indonesia di era kepemimpinan Perry Warjiyo yaitu ahead the curve, front loading, dan preemptive, harus dipertahankan. Dengan begitu, kestabilan rupiah dapat terwujud.

Faktor ketiga yang tidak kalah adalah peran tim pengendali inflasi daerah (TPID). Harus diakui, keberhasilan pemerintahan Jokowi menekan inflasi 2018 hingga di bawah target APBN tidak lepas dari andil TPID. 

Soliditas dan sinergi di TPID pusat dan daerah harus diperkuat. Apalagi di tahun politik yang mana berpengaruh kepada fokus para kepala daerah yang masuk ke dalam tim.

Selama kepemimpinan kuat, maka potensi-potensi lonjakan harga pemicu inflasi akan terbendung. (jos/jpnn)


Badan Pusat Statistik (BPS) mengabarkan berita gembira terkait realisasi inflasi yang merupakan salah satu indikator makroekonomi sepanjang 2018.


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News