Telah Lahir: Sang Penari Langit Nasional

Telah Lahir: Sang Penari Langit Nasional
Telah Lahir: Sang Penari Langit Nasional

Semua baling-balingnya berputar indah seperti lagi menghiasi langit Sumba. Sejauh mata memandang, terlihat pegunungan sunyi. Alam Sumba waktu malam terlihat lebih misterius, di bawah sinar bulan yang masih muda.

Pagi-pagi kami sekali lagi ke bukit itu. Kincir taman listrik terus berputar. Meliuk. Menari. Menyambut terbitnya matahari pagi. Saya memuji karya itu. "Baru kali ini saya melihat tenaga angin yang benar-benar berfungsi," kata saya kepada Ricky.

"Sebenarnya ini pun juga pernah Bapak ragukan," ujar Ricky sambil, seperti biasa, bercanda.

Setahun setelah membangun TLTA di Maubaukul itu, Ricky membuat yang lain. Di dua desa sekaligus. Bahkan lebih besar. Seperti di Kemanggih, juga menggunakan baterai Nipress made in Bogor.

Bulan lalu semua sudah berfungsi. Saya pun ke sana, ke Desa Tana Rara, masih di Sumba Timur. "Penari langit"-nya 48 "bunga". Seperti tarian kolosal.

Meski badan seperti remuk, saya bahagia menyaksikan karya Ricky. Terutama setelah tiga bulan lalu saya temui dia di Bandung. Saya harus memberitahukan bahwa masa jabatan saya sebagai menteri akan segera berakhir. Artinya, gaji menteri yang sepenuhnya saya berikan ke dia juga akan berakhir.

"Saya tidak bisa lagi menahan kalau Anda ingin kembali ke Jepang," kata saya kepadanya. "Toh, bos Anda yang di Jepang masih terus menunggu."

Ricky terdiam sejenak. Kepalanya menunduk. Wajahnya menatap ke bumi. Sesaat kemudian baru dia berucap. "Saya akan tetap di Indonesia. Seadanya," jawab Ricky. "Saya akan meneruskan semua ini semampu saya," tambah dia. (*)

    "Suami saya sudah hilang," celetuk sang istri.     "Hilang di Sumba," jawab sang suami. RICKY

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News