Terjadi Penjalaran Intoleransi di Daerah, Pemerintah Pusat Harus Hadir

Terjadi Penjalaran Intoleransi di Daerah, Pemerintah Pusat Harus Hadir
Direktur Riset SETARA Instiute, Halili Hasan. Foto: Dokpri for JPNN.com

Kedua, SETARA Institute menuntut pemerintah untuk hadir menjamin dan melindungi hak konstitusional minoritas. Dalam catatan SETARA Institute sejak 2007, salah satu persoalan terbesar intoleransi dan pelanggaran KBB di Indonesia terletak pada level negara. Pemerintah selama ini lebih sering absen ketika kelompok minoritas diintimidasi, direstriksi, didiskriminasi, bahkan dipersekusi.

“Kalau pun hadir, aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, cenderung berpihak pada kepentingan pelaku intoleransi dan pelanggaran yang mengatasnamakan mayoritas. Minoritas kerapkali dikorbankan dan dipaksa mengalah atas nama harmoni dan kerukunan,” katanya.

Ketiga, SETARA Institute mendesak Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk mengambil tindakan yang memadai untuk menangani persoalan. Menteri Tito mesti mengambil kebijakan yang progresif, sesuai dengan otoritas legal dan demokratik yang tersedia, untuk menjamin tata kelola pemerintahan daerah yang inklusif dan toleran dalam kebinekaan.

Untuk menjadi catatan Mendagri, dalam periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah daerah merupakan aktor negara yang paling banyak menjadi pelaku pelanggaran KBB, dengan 157 tindakan, baik dalam bentuk tindakan langsung (violation by commission), peraturan intoleran dan diskriminatif (violation by rule), maupun pembiaran (violation by omission).

“Pemerintah pusat tidak boleh diam, melainkan harus hadir menangani penjalaran intoleransi yang secara terus-menerus terjadi di daerah,” katanya.(fri/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

Jelang setahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, berbagai pelanggaran KBB dan ekspresi intoleransi menunjukkan peningkatan intensitas.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News