Terong Gosong NU

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Terong Gosong NU
Yahya Cholil Staquf saat berbicara mengenai dinamika pemilihan ketua umum PBNU di Ponpes Darussa'adah, Lampung Tengah, Rabu (22/12). Foto: Kenny Kurnia Putra/JPNN.com

Kalau NU ingin mempertahankan status quo dan kemapanan seperti yang dinikmatinya sekarang, maka pilihan akan jatuh kepada Kiai Said sebagai petahana.

Sementara itu KH Yahya Cholil Staquf sebagai penantang establishment relatif tidak terlalu dikenal namanya di luar lingkaran NU.

Nama Gus Yahya muncul di kancah nasional ketika diangkat menjadi salah satu juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid pada 1999. Ketika itu peran Gus Yahya masih tidak terlalu menonjol, karena kalah pamor oleh juru bicara yang lebih senior, seperti Wimar Witoelar dan Addi Massardi yang jauh lebih berpengalaman.

Namun, pengalaman singkat menjadi juru bicara presiden memberi kesempatan besar kepada Gus Yahya untuk mencecap langsung ilmu dari Gus Dur.

Gus Yahya mengagumi Gus Dur dan merasa mendapat berkah besar ketika dipilih sebagai juru bicara. Gus Yahya mendampingi Presiden Gus Dur dalam momen-momen penting, termasuk ketika Gus Dur dilengserkan pada Juli 2001.

Gus Dur dikenal punya cara yang unik dan khas dalam melakukan pengkaderan. Anak-anak muda dari daerah yang dianggap punya potensi akan langsung diambil oleh Gus Dur dan dibawa ke Jakarta.

Biasanya, anak-anak muda itu diambil dari ‘’dhuriyah’’ pesantren yang masih mempunyai nasab dengan Gus Dur.

Saifullah Yusuf dan Muhaimin Iskandar adalah contoh dua anak muda yang langsung dicomot Gus Dur dari daerah dan dibawa ke Jakarta. Muhaimin dicomot dari Jombang dan Saifullah dicomot dari Pasuruan ketika lulus SMA.

Apakah warga NU akan memilih perubahan dengan memilih Kiai Terong Gosong? Muktamirin yang akan memutuskan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News