Uang Cepat Lusuh karena Disimpan di Dalam Koteka

Uang Cepat Lusuh karena Disimpan di Dalam Koteka
GANTI BARU: Ibu-ibu membawa uang lusuh mereka ke mobil penukaran uang BI di Pasar Snon Bukor, Waisai, Kepulauan Raja Ampat, Papua, Kamis (19/6) pekan lalu. Foto: Henny Galla Pradana/Jawa Pos

Perempuan berkulit gelap dan berambut keriting itu mengaku mendapat uang lusuh dari para pembeli sayurnya. ”Bagaimana lagi, mau menolak uang seperti ini juga tak bisa. Pembeli bisa marah. Jadi, saya simpan saja,” ungkap perempuan yang berusia 36 tahun tersebut.

Bukan hanya Nursiyah. Wawan bahkan memiliki beberapa bundel rupiah kertas yang dia satukan dengan karet gelang. Penjual keperluan rumah tangga di pasar itu juga mengaku mendapat ratusan lembar uang lusuh tersebut dari para pembeli. ”Saya malah dimarahin pembeli kalau tidak terima uang (lusuh) ini,” ujarnya.

Begitulah potret sebagian kegiatan transaksi dengan menggunakan rupiah di pulau-pulau terluar di Indonesia. Akan sangat jarang ditemukan uang baru yang masih licin dan mengkilap seperti di pulau Jawa. Kebanyakan rupiah kertas di wilayah-wilayah perbatasan cenderung kumal, sobek-sobek, bahkan rusak.

Minimnya jaringan perbankan di wilayah-wilayah tersebut membuat masyarakat kesulitan untuk menukarkan uang lusuh mereka dengan uang baru yang layak ditransaksikan.

Kalaupun ada kantor cabang maupun kantor kas bank, menyerap dan mengirimkan uang lusuh dari masyarakat ke kantor pusat membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal itu disebabkan rendahnya kualitas infrastruktur yang menghubungkan pulau-pulau terluar ke pulau utama sebagai pusat kota.

Bayangkan saja, biaya menyewa speedboat yang menghubungkan Waisai ke Kepulauan Raja Ampat setidaknya mencapai Rp 25 juta per hari. Cost sebesar itu hanya untuk berlabuh ke tiga atau empat pulau di Kepulauan Raja Ampat.

Mayoritas biaya digunakan untuk membayar ongkos bensin. Untuk mengelilingi beberapa pulau di Kepulauan Raja Ampat dalam sehari, dibutuhkan ongkos bensin minimal USD 500 atau sekitar Rp 5,5 juta.

Asromy, kepala cabang Bank Papua di Waisai, mengatakan, dalam setahun paling tidak pihaknya menerima Rp 200 juta hingga Rp 300 juta uang lusuh dari masyarakat. Uang-uang tersebut termasuk yang didapatkan dari lima kantor kas Bank Papua di Pulau Kabare, Kalobo, Samate, Dabatan, dan Waigama, Kepulauan Raja Ampat.

RUPIAH adalah identitas negara. Alat tukar resmi di segala penjuru tanah air itu harus dijaga dari transaksi dengan mata uang asing, kerusakan, dan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News