Ubah Paradigma Kampanye Hukum dan HAM

Ubah Paradigma Kampanye Hukum dan HAM
Ubah Paradigma Kampanye Hukum dan HAM

jpnn.com - JAKARTA—Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI Andi Mattalatta menegaskan, paradigma kampanye hukum dan HAM dewasa ini perlu diubah. Yakni dari elitis menjadi populis dan dari parsial menjadi terintegrasi dengan harmonis.

Perubahan paradigma ini menjadi penting, kata Andi Mattalatta, selain untuk menumbuhkembangkan kesadaran warga negara tentang makna penting hukum dan hak-hak warga yang asasi, juga pada sisi lain untuk membuka partisipasi publik bagi pembangunan hukum dan HAM.

Dikatakan, untuk mewujudkan kampanye hukum dan HAM yang populis, setidaknya terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, perlu disadari kampanye tentang kesadaran hukum dan HAM bukanlah gerakan atau tindakan yang menghasilkan efek besar dan segera (big and immadiate effect). Kampanye tentang hukum dan HAM menurutnya, lebih cenderung memiliki efek yang halus (subtle effect). Hal ini dikarenakan persoalan kesadaran hukum dan HAM merupakan persoalan mental yang melibatkan kesadaran, karakter dan kemauan.

''Karena sifatnya yang halus, maka tolok ukur keberhasilan peningkatan kesadaran hukum dan HAM tidak bisa diletakkan dalam rentang waktu yang sedikit. Sudah seharusnya para pelaku pembangunan hukum dan HAM melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terus-menerus dengan masyarakat mengenai program serta kebijakan di bidang hukum dan HAM melalui berbagai kegiatan komunikatif seperti legal expo ini, sehingga nantinya akan menghasilkan generasi berikut (children of tomorro) yang memiliki pemahaman dan kesadaran di bidang hukum dan HAM,'' kata Andi Mattalatta saat membuka acara ''Legal Expo Institusi Pelaku Pembangunan Hukum dan HAM'' di kantor Dephum dan HAM, Rabu (19/11).

Kedua, dengan memudahkan pilihan mental masyarakat. Artinya, pilihan untuk menjadikan hukum dan HAM sebagai entitas strategis adalah pilihan dengan kategori yang rumit (high-involvement). Sekadar membandingkan, kata dia, lawan dari pilihan high-involvement adalah pilihan low-involvement yakni, ketika memilih beberapa produk yang memang memiliki kualitas yang nyaris sama.

''Sebagai contoh, detergen yang memiliki kesamaan kualitas, maka orang akan dengan mudah bisa berganti merk detergen untuk mencuci, karena sejatinya setiap merk detergen memiliki kandungan yang sama. Hal sebaliknya berlaku bagi hukum dan HAM yang notabene termasuk high-involvement,'' ungkapnya.

Dijelaskan, pilihan dengan kategori high-involvement mengandung kompleksitas dalam penilaian, karena memang produk yang ditawarkan (dalam hal ini hukum dan HAM) memang bersifat tidak sederhana. Untuk mengurai kompleksitas produk tersebut, maka publik pun menuntut adanya hasil (out come) yang konkrit. Jika selama ini dengan penegakan hukum dan HAM rakyat akan menjadi lebih sejahtera, sebenarnya masyarakat sebagai konsumen dari kampanye hukum dan HAM justru memiliki proses mental yang terbalik, yakni terlebih dahulu menuntut bukti sejauhmana penegakan hukum dan HAM sudah berakibat baik bagi kualitas hidup mereka. ''Hal ini tentunya berbeda ketika kita beralih merk detergen sebagaimana telah saya jelaskan, walau belum terbukti, tapi kita akan mudah untuk berpindah merk, meski untuk sekadar mencoba,'' ujarnya.

Dengan kata lain, lanjut dia, dalam bidang hukum dan HAM rakyat lebih melihat bukti, bukan janji. Dalam konteks ini, lagi-lagi pihaknya menemukan relevansi penyelenggaraan legal expo ini, yakni sebagai medium sosialisasi dan informasi kepada publik tentang sejauhmana pemerintah dan para pihak terkait telah melakukan pembangunan di bidang hukum dan HAM, serta bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(sid/JPNN)

JAKARTA—Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) RI Andi Mattalatta menegaskan, paradigma kampanye hukum dan HAM dewasa ini perlu diubah.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News