Undang-Undang Sapu Jagat

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Undang-Undang Sapu Jagat
Massa dari BEM Seluruh Indonesia berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

Undang-undang ini antara lain mencabut kewenangan daerah untuk mengeluarkan perizinan dan mengembalikannya kembali semua kewenangan itu kepada pemerintah pusat. Semangat reformasi yang memberikan otonomi kepada daerah seolah-olah lenyap dalam sekejap tersapu undang-undang sapu jagat itu.

Selama 32 tahun Orde Baru berkuasa, semua kekuasaan memusat dan tersentralisasi di tangan Presiden Soeharto. Dengan kekuasan yang sentralistik itu Soeharto bisa melakukan apa saja tanpa ada perlawanan yang berarti.

Dengan kekuasaan yang terpusat itu Soeharto menjadi despot yang berkuasa penuh tanpa kontrol. Kekuatan oposisi sudah dimatikan, karena dalam sistem despotik Orde Baru tidak ada tempat lagi bagi oposisi. Oposisi formal dari partai politik juga sudah loyo karena dikebiri.

Partai politik terkooptasi menjadi bagian dari rezim. DPR yang mestinya menjalankan fungsi check and balance berubah menjadi lembaga stempel yang kerjanya cuma mengangguk-angguk dan menyetujui semua kemauan rezim.

Cicil society dari kalangan kelas menengah--yang secara tradisional menjadi sumber kekuatan demokrasi yang bisa mengontrol kekuasan—secara sistematis dilemahkan menjadi bagian dari korporatisme negara.

Para pengusaha dari kalangan kelas menengah yang mandiri bisa menjadi sumber demokratisasi yang potensial. Para pengusaha yang mempunyai kemampuan entrepreneurship profesional akan menjadi independen karena tidak bergantung kepada proyek-proyek pemerintah.

Dalam sistem Orde Baru kelas menengah ini dimandulkan dan dibuat bergantung kepada kekuasaan. Alih-alih menjadi entrepreneurship yang mengandalkan kewirausahaan, kalangan pengusaha kelas menengah lebih sering mengandalkan proyek pemerintah dan lebih sibuk menjadi pemburu rente atau rent seeker.

Potensi kekuatan kelas menengah dari kampus juga dilumpuhkan secara sistematis. Suara-suara kritis dari mahasiswa dengan mudah dibungkam melalui program normalisasi kehidupan kampus. Dewan mahasiswa yang menjadi wadah gerakan mahasiswa dibubarkan dan diganti dengan format baru yang tidak memungkinkan mahasiswa untuk menyalurkan aspirasi politiknya.

Undang-undang sapu jagat ini sebutan yang agak meledek untuk sebuah UU yang bisa menyapu semua urusan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News