Untung Cacian Tak Runtuhkan Fly Over

Untung Cacian Tak Runtuhkan Fly Over
Pembangunan Fly Over mengubah wajah kota Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau. Foto: Humas Pemprov Riau
SERING kita bertanya, mengapa kita tidak bisa seperti negara-negara lainnya di dunia? Kita sering tunjuk laut kita yang luas, daratan yang subur, sumber daya alam yang melimpah, lokasi strategis dan lain sebagainya. Seolah menempatkan kita di surga dunia tapi mengeluh menjadi negeri yang biasa-biasa saja. Kita selalu bertanya, tanpa pernah mau tahu apa sebab di balik itu semua.

Alih-alih mencari sumber persoalan, kita justru lebih sering terjebak mencari kesalahan sebagai dalil pembenaran. Salah satunya, pemimpin sering disebut tidak bisa berbuat. Tidak melahirkan kebijakan yang pro rakyat. Kebijakan apapun dinilai salah. Tidak tepat atau pun disebut tidak membawa manfaat. Pesimisme yang biasanya berimbas pada nihilisme perubahan.

Itulah pula yang saya rasakan, ketika pertama kali melahirkan ide pembangunan jembatan layang atau fly over di jalan Sudirman Pekanbaru. Belum lagi tiang terpancang, kanan kiri sudah menghadang. Lagi-lagi untuk kesekian kali, program kerja untuk rakyat, disebut hanya proyek buang-buang duit. Tak terkira sudah hantaman rasa pesimisme dan sinisme terhadap salah satu ‘mimpi besar’ itu.

Padahal marilah sejenak kita menyimak. Usia kota Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau, sudah memasuki 228 tahun. Usia yang sangat tua melebihi usia manusia. 2,5 Abad lebih menjadi bagian dari sebuah negeri dan 67 tahun tercatat menjadi bagian dari bumi bernama Indonesia. Namun jantung kota dimana Riau berdetak dan bergerak ini, 10 tahun lalu sama sekali jauh dari kata kota metropolis. 

SERING kita bertanya, mengapa kita tidak bisa seperti negara-negara lainnya di dunia? Kita sering tunjuk laut kita yang luas, daratan yang subur,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News