Upaya Tim Peneliti UI Menawarkan Air Laut dengan Limbah Tahu-Tempe

Lebih Murah dan Mudah karena Tak Butuh Listrik

Upaya Tim Peneliti UI Menawarkan Air Laut dengan Limbah Tahu-Tempe
Tania Surya Utami menunjukkan reaktor untuk memproses air laut menjadi air tawar. Penelitiannya masih perlu disempurnakan. Foto: Miftahul Hayat/Jawa Pos

Kondisi sirkulasi seperti itu berlangsung terus-menerus sampai air laut kehabisan ion negatif dan ion positif. Akhirnya air laut yang awalnya berasa asin menjadi tawar karena kandungan garamnya (NaCl) sudah habis. Selama proses sirkulasi itu, sama sekali tidak diperlukan teknologi listrik alias berlangsung alami.

Perempuan yang menamatkan program sarjana dan master di UI itu menuturkan, timnya sengaja memilih limbah sebagai media penyuplai mikroba. Sebab, dia ingin mencari solusi dengan memanfaatkan secara positif limbah industri rumahan tahu dan tempe di Kampung Lio, Depok.

’’Yang ada selama ini adalah limbah tahu dan tempe itu dibuang langsung ke sungai,’’ katanya. Aktivitas pengusaha tempe dan tahu yang membuang langsung limbahnya ke sungai itu secara perlahan tentu bisa merusak lingkungan.

Selama proses penelitian, Tania cs sering berkunjung ke produsen tahu dan tempe untuk meminta limbah. Kemudian, limbah itu dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Memang, limbah yang sudah lama berbau busuk. Tetapi, mereka sudah terbiasa dengan bau tidak enak itu.

Tania mengakui, penelitiannya masih berskala kecil. Bahkan, tabung reaktornya belum bisa digunakan untuk menampung setengah liter air laut yang akan ditawarkan. Namun, dia optimistis, jika kepedulian terhadap keselamatan lingkungan serta peningkatan aksesibilitas air bersih meningkat, penelitiannya akan berdaya guna tinggi.

Meskipun penelitian itu sudah teruji dan selesai, Tania dan kawan-kawan tidak berniat mematenkannya. Jika nanti teknologinya sudah bisa diproduksi masal, dia ingin masyarakat luas bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tania menjelaskan, limbah yang sudah dimasukkan dan berproses alami di tabung reaktor tetap akan mengeluarkan limbah, tetapi lebih ramah lingkungan. Sebab, selama berproses di tabung reaktor itu, mikroba yang terkandung di dalamnya melakukan proses degradasi kandungan-kandungannya. Setelah proses menawarkan air laut itu selesai, limbah yang semula berbahaya untuk lingkungan menjadi ramah lingkungan.

Dosen mata kuliah perpindahan kalor dan simulasi bio proses itu juga bercerita tentang penelitian pemanfaatan mikroba untuk menghasilkan listrik (MFC). Dia menuturkan, dengan penggunaan aplikasi anode dan katode, mikroba yang berupaya bertahan hidup dalam limbah tahu dan tempe ternyata bisa menghasilkan listrik.

Menyulap air laut menjadi air tawar sudah jamak dilakukan. Hanya, selama ini dibutuhkan biaya besar karena menyedot tenaga listrik tinggi. Tapi,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News