Zainul: Menghina Presiden, Mengontrol Sifat Alamiah Kekuasan

Zainul: Menghina Presiden, Mengontrol Sifat Alamiah Kekuasan
Direktur Eksekutif Politika Institute Zainul Abidin Sukrin. Foto: Ist for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Zainul Abidin Sukrin mengomentari munculnya pasal penghinaan terhadap presiden dalam rancangan undang-undang kitab hukum pidana (RKHUP), setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkannya dari KUHP.

Menurut Zainul, pasal penghinaan presiden tidak diperlukan, mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi.

"Saya kira menghina kekuasaan dalam negara demokrasi menjadi bagian untuk mengontrol kekuasaan. Maksudnya, menghina kebijakan dan kekuasaan politiknya, bukan pribadi presiden," ujar Zainul di Jakarta, Kamis (10/6).

Direktur Eksekutif Politika Institute ini juga memaparkan alasan lain. Bahwa di dalam kekuasaan ada kecenderungan untuk menyalahgunakan wewenang dan pengaruh.

"Kekuasaan itu cenderung korup, bila kekuasaan absolut maka akan korup secara absolut pula. Jadi, menghina presiden (kekuasaan dan kebijakan) merupakan nilai yang mengusung sistem politik yang demokratis. Mengontrol sifat alamiah kekuasaan yang cenderung dapat diselewengkan elite yang berkuasa," katanya.

Lebih lanjut Zainul mengatakan, sejarah panjang demokrasi yang diterapkan saat ini, terbentuk dan berkembang karena terbukanya ruang untuk menghina kekuasaan.

Karena itu, kekuasaan tidak boleh mengontrol dan mengatur sedemikian rupa warganya.

Zainul kemudian mengungkap sejarah penyebab terjadinya reformasi agama di Eropa abad 15 lalu.

Pengamat politik Zainul menyebut, menghina presiden atau kekuasaan dan kebijakannya, berperan untuk mengontrol sifat alamiah kekuasaan yang cenderung korup.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News