37 Derajat

Oleh Dahlan Iskan

 37 Derajat
Foto/ilustrasi: disway.id

Total perjalanan itu mencapai 7 km. Berhenti tiga kali. Di setiap pagoda. Untuk sembahyang.

Raja dalam pakaian lengkap. Tebal. Berlapis. Dengan topi mirip topi cowboy. Warna gelap agak hitam. Bagian atasnya agak berkerucut.

Masyarakat yang memenuhi pinggir sepanjang jalan sangat puas. Mereka bisa melihat barisan Raja Rama cukup lama.

Langkah barisan ini lambat. Langkah kecil-kecil. Diiringi musik drumben. Dengan irama yang juga lambat.

Masyarakat yang menunggu di satu jalan simpang empat, misalnya. Bisa melihat barisan ini lebih dari lima menit. Apalagi kalau simpang empat itu berupa bundaran. Bisa 10 menit.

Saya bisa membayangkan betapa bosannya Raja Rama di atas tandu. Diam. Panas. Nyaris tidak bergerak.

Tidak ada pendamping di tandu. Tidak ada permaisuri. Tidak ada datang yang mengipasi.

Dari satu pagoda ke pagoda lain bisa lebih satu jam di atas tandu. Dengan posisi kaki tidak bergerak. Tubuh tidak bergerak. Wajah tidak bergerak. Menatap lurus ke depan. Tidak melambaikan tangan. Tidak menyapa siapa saja di sepanjang jalan. Tidak bisa membuka WA.

Panas. Menyengat. Lembab. Kemringet. Suhu udara 37 derajat. Matahari seperti turun lebih dekat ke bumi. Saya tidak kuat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News