Airbag Pelita

Oleh: Dahlan Iskan

Airbag Pelita
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tentu saya berdoa agar pilot Batik yang ini tidak tertidur. Jarak terbangnya kan pendek. Hanya satu jam 15 menit.

Semestinya belum sempat mengantuk sudah harus mengurangi ketinggian pesawat dari 28.000 kaki. Apalagi banyak mendung yang sering mengguncang cockpit mereka.

Menjadi pilot di perjalanan panjang mungkin memang membosankan. Monoton. Tidak ada yang perlu diwaspadai. Tidak akan terperosok ke selokan.

Mungkin ibarat mengemudikan mobil di North Dakota: jalannya lapang, sepi, lurus. Tidak menantang sama sekali: ngantuk.

Sambil terbayang pilot yang tidur itu saya menenangkan diri: pesawat terbang itu hebat. Ditinggal tidur sopirnya selama 28 menit pun baik-baik saja.

Auto pilotnya berfungsi dengan baik. Komputernya tidak bisa mengantuk. Dia tahu ke mana tujuan pesawat. Dia tahu kapan harus mendarat. Dia pun tahu cara mendarat –seandainya pilotnya tidak terbangun.

Ada prosedur khusus bagaimana cara membangunkan pilot seperti itu. Menara pengawas ternyata tahu bahwa pilot di suatu pesawat lagi tidak aktif. Tidak ada komunikasi.

Menara bisa minta bantuan pesawat lain yang terbang di sekitar Batik. Tidak berhasil kontak. Kecurigaan pun kian tinggi: pilot dan copilot-nya tertidur.

Guncangan fisik tidak hanya sesekali terasa. Guncangan batin lebih-lebih lagi: teringat bagaimana naik pesawat yang pilot dan copilot-nya tertidur 28 menit.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News