Bagaimana Seharusnya Memberantas Korupsi di Indonesia?

Oleh: Prof Romli Atmasasmita

Bagaimana Seharusnya Memberantas Korupsi di Indonesia?
Ilustrasi - Pakar hukum Prof Romli Atmasasmita. Foto: Ricardo/jpnn.com.

Namun, seketika terhenti oleh perbuatan kolusi dan nepotisme yang nyata-nyata telah mengerogoti tatanan yang bersih dan bebas korupsi.

Sekali pun telah dinormakan dalam UU KKN 1999 sebagai tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 12 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milliar, tetapi sejak diberlakukan UU KKN pada 19 Mei 1999 sampai kini, APH tidak pernah menuntut tindak pidana kolusi atau nepotisme dalam perkara terkait tindak pidana korupsi.

Di dalam setiap mega skandal korupsi dipastikan terdapat kolusi dan nepotisme, yaitu melibatkan keluarga, kerabat dan pejabat negara lainnya atau pihak swasta.

Angin segar harapan pemulihan aset tindak pidana khusus korupsi ditandai oleh sikap poliitik pemerintah, di mana Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajarannya untuk segera mengesahkan pembahasan Rancangan UU Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PA).

Pembahasannya kini telah masuk dalam prolegnas prioritas Tahun Anggaran 2023.

Selain menunggu pengesahan RUU PA, pemerintah perlu mempertimbangkan penguatan hukum acara pemberantasan korupsi baru.

Yakni, dengan menggunakan pendekatan perampasan atas harta kekayaan pelaku -in rem forfeiture- lebih diutamakan, dibanding dengan perampasan aset tindak pidana -in personam forfeiture- yang khusus ditujukan terhadap pelakunya beserta harta kekayaan pelaku yang diduga berasal dari tindak pidana dan mengutamakan penghukuman.

Keistimewaan (RUU) Perampasan Aset Tindak pidana antara lain, prosedur beracara lebih sederhana, karena digunakan acara keperdataan dilengkapi beban pembuktian terbalik.

Bagaimana seharusnya memberantas korupsi di Indonesia? Pakar hukum Romli Atmasasmita mengatakan begini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News