Bebaskan Polisi Perantara Suap, Bukti KPK Masih Tebang Pilih

Bebaskan Polisi Perantara Suap, Bukti KPK Masih Tebang Pilih
Ketua Presidium IPW Neta S Pane. Foto: Dokumen JPNN.com

"Sehingga setidak-tidaknya Briptu Agung seharusnya terkena pasal 55 KUHP dan bukan dibebaskan KPK," ungkapnya.

Ia menilai sikap KPK yang membebaskan Briptu Agung ini sangat aneh karena dalam banyak kasus, pihak yang turut serta membantu terjadinya tindak pidana (kejahatan) selalu diproses dan dikenakan hukuman yang berat.

Doa mencontohkan, Kombes Wiliardi Wizard yang berperan hanya memperkenalkan pihak-pihak yang kemudian menjadi eksekutor Nazaruddin. Faktanya, Wiliardi divonis 10 tahun penjara bersama mantan Ketua KPK Antasari Azhari.

Begitu juga dalam kasus narkoba, banyak sekali kurir yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan diperdaya para bandar tetap diproses dan divonis pengadilan. Salah satu di antaranya Rani Andriani alias Mellisa Aprillia, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat yang 18 Januari 2015 dieksekusi mati.

"Apakah ada perbedaan hukum dalam kasus korupsi, sehingga Briptu Agung Krisdianto, kurir pengantar uang suap dari pengusaha Andrew Hidayat kepada anggota DPR Adriansyah dilepaskan KPK?" katanya.

Dia melanjutkan, apakah peran kurir yang strategis, yang "membuat" hingga terjadinya tindak pidana suap bisa dikatakan KPK sebagai "tidak ada bukti kuat" dan kemudian membebaskan Briptu Agung.

"Sikap KPK dalam kasus Briptu Agung sangat aneh dan akan membuat banyak polisi leluasa menjadi kurir uang suap," kata Neta. (boy/jpnn)

JAKARTA - Indonesia Police Watch menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tebang pilih. Hal ini terkait dilepaskannya Briptu Agung Krisdianto yang terjaring


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News