Bogor Kekurangan Guru SD

Bogor Kekurangan Guru SD
Bogor Kekurangan Guru SD

jpnn.com - BOGOR–Hari ini, Senin (25/11), bangsa Indonesia memperingatinya sebagi Hari Guru Nasional. Ironisnya, jumlah pahlawan tanpa tanda jasa ini sangat minim, bila dibandingkan dengan jumlah murid yang harus dididik dan dibina.

Tak hanya itu, Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) Arief Rahman menilai kualitas guru saat ini masih minim. Padahal, mutu seorang guru adalah salah satu faktor utama yang berperan dalam mencetak generasi muda berkualitas.
    
Lantas, bagaimana kondisinya di Kota Bogor? Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Dra Hj Fetty Qondarsyah mengakui Bogor masih sangat kekurangan guru. Kondisi itu terjadi pada jenjang pendidikan tingkat dasar. Menurutnya, itu terjadi karena setiap bulan, banyak guru SD yang memasuki masa pensiun.

“Tiap bulan antara 20-30 orang (guru pensiun). Untuk SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK sudah memadai. Kalau untuk SD, sampai saat ini, jumlah guru masih belum mencukupi,” terangnya.
    
Fetty menjelaskan, saat ini terdapat 4.639 guru SD yang menangani 17.496 murid. Pun di tingkat MI sebanyak 653 guru, harus melayani 1.833 murid. Secara ideal, satu guru mengajar di dalam kelas dengan jumlah siswa antara 25-30 siswa.

Namun, hal itu sepertinya sulit untuk diterapkan karena minimnya jumlah guru. “Jumlah kurangnya saya tidak begitu ingat. Hanya masih sangat kurang sekali agar ideal pengajaran di kelas antara guru dan siswa,” tutur Fetty.
    
Menurutnya, untuk menutupi kekurangan guru, banyak tenaga honor yang membantu mengajar di tingkat SD. Langkah ini terpaksa dilakukan agar kegiatan belajar murid tak terganggu, selama jumlah guru PNS belum mencukupi kebutuhan.
    
Menyikapi hal ini, Pakar Pendidikan, Dr Endin Mujahidin mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menambah jumlah guru SD, dan tak lagi mneggunakan sistem guru kelas. “Guru SD sudah harusnya dilakukan seperti SMP dan SMA, sesuai bidang studi, bukan sistem kelas,” tegas Wakil Rektor I Universitas Djuanda ini.

Dia menilai, tak mungkin seseorang mampu dengan maksimal mengajar untuk semua bidang studi, karena waktu kuliah hanya satu pelajaran saja.
    
Endin mengatakan, bila terus dilakukan konsep pengajaran tersebut, murid dan guru itu sendiri akan sulit berkembang, dan tak mampu menciptakan inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan.

Terlebih dalam penerapan kurikulum 2013, guru SD akan sulit untuk lebih maskimal, karena tidak hanya dituntut untuk mengajar tapi harus mampu membimbing siswa.

“Dan seharusnya jumlah guru pada tingkat SD harus lebih lengkap dan terbaik. Karena pada tahapan SD, merupakan tahapan golden age atau masa keemasan. SD merupakan tahapan untuk membentuk karakter dan pola pikir,” cetusnya.
    
Selain melakukan penambahan jumlah guru pada SD, imbuh Dr Endin, perlu juga dilakukan pemerataan penempatan guru. Hal ini terkait dengan kewajiban guru yang harus mengajar 24 jam. “Tidak mungkin tercapai target tersebut kalau tidak merata,” ucapnya.

Bahkan, kata dia, ada beberapa sekolah yang mengalami kelebihan guru, tapi di sisi lain ada juga sekolah yang kekurangan guru. “Tidak hanya kuantitas guru yang harus ditingkatkan, tapi juga kualitas dalam mendidik. Sebaiknya pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru dilakukan secara teratur tidak berdasarkan proyek,” tandasnya.(rp7/c)


BOGOR–Hari ini, Senin (25/11), bangsa Indonesia memperingatinya sebagi Hari Guru Nasional. Ironisnya, jumlah pahlawan tanpa tanda jasa ini


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News