Budaya Rujak Pare

Oleh: Dahlan Iskan

Budaya Rujak Pare
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Ia sendiri punya medsos yang ia namakan ''DaHar'' –Dapur Harjanto.

Dahar –yang dalam bahasa Jawa berarti makan– memuat banyak kegiatan dari rumah perkumpulan Boen Hian Tong (BHT). Harjanto sendiri adalah ketua BHT –yang dalam bahasa Indonesia disebut Perkumpulan Rasa Darma Semarang.

Kamis malam kemarin, ia kembali membuat rujak pare dan sambal jombrang. Untuk disajikan di altar sembahyang di kelenteng itu. Juga untuk disajikan bagi mereka yang ikut peringatan peristiwa Mei 1998 di situ.

Di altar itu kemarin juga diadakan upacara khusus: menempatkan ''sinci'' baru. Yakni sebilah kayu yang ditulisi nama seseorang yang sudah meninggal dunia.

Nama yang ada di sinci baru itu adalah: Ita Martadinata Haryono. Dia seorang gadis berumur 17 tahun. Kelas 2 SMA. Dia meninggal tanggal 9 Oktober 1998. Badannya tergeletak di lantai di kamar atas rumah orang tuanyi. Di Jakarta Timur. Lehernyi nyaris putus. Ada kayu tertancap di vaginanyi.

Nama Ita perlu ditempatkan di altar tersebut sebagai simbol korban kerusuhan Mei 1998.

Di altar tersebut, di tahun 2014, juga ditempatkan sinci orang terkenal: KH Abdurrahman Wahid. Gus Dur. Presiden ke-4 kita.

Dengan demikian siapa pun yang sembahyang di altar itu akan otomatis sembahyang juga untuk Gus Dur dan Ita Martadinata.

Kenapa Ita dibunuh? Fatia bilang karena Ita akan berangkat ke Jenewa untuk memberikan kesaksian sebagai wanita korban Kerusuhan Mei.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News