Cerdiknya Indonesia Atasi Pragmatisme Malaysia
Jumat, 03 September 2010 – 02:22 WIB
Muatan pidato Presiden menunjukkan tingkat diplomasi tinggi, yang perlu dimaklumi dan mendapatkan dukungan rakyat Indonesia. Mengapa? Kalau ada kritik bisa-bisa saja. Mungkin orang melihatnya hanya dari leadership style, dalam arti pengambilan keputusan. Akan tetapi, kritik itu harusnya ditujukan kepada Menteri, bukan Presiden. Ada dua alasan.
Pertama, karena yang ditampilkan Malaysia untuk ’’menantang’’ Indonesia hanya level Menteri, bukan kepala negara. Kedua, dalam rumusan kerja birokrasi, tingkat Menteri memiliki ’’identitas diri’’ untuk memberikan penjelasan, keterangan dalam otoritasnya, sehingga tidak semua hal harus ditangani langsung oleh Presiden.
Diplomasi peradaban dalam hubungan internasional sudah secara praktis mau tidak mau berpraktik di lapangan. Kita juga perlu mempertimbangkan dimensi-dimensi pragmatisme Malaysia. Juga, dimensi kekuatan hukum dan ekonomi untuk Indonesia membentengi diri dalam pergaulan internasional secara menyeluruh (bukan cuma dengan Malaysia).
Perseteruan melawan Malaysia dengan cara frontal hanya merugikan Indonesia dan mencoreng rupa Indonesia dalam percaturan internasional yang jauh lebih berarti. Karena itu, mengajak Malaysia untuk segera menyelesaikan masalah batas wilayah merupakan langkah cerdik Indonesia. Kita tidak boleh lupa dengan kemabukan Malaysia setelah memperoleh Sipadan dan Ligitan pada sengketa hukum perbatasan dalam peradilan internasional di Den Haag.