Dana Pemda Mengendap Terlalu Lama di Bank Harus Segera Dihentikan
Oleh: Bambang Soesatyo
jpnn.com, JAKARTA - Endapan dana pemerintah daerah (Pemda) di perbankan yang sudah berlangsung cukup lama harus segera dihentikan sebelum menjadi preseden buruk.
Sebagai masalah atau persoalan, kebiasaan pengguna anggaran dan kuasa anggaran mengendapkan dana pembangunan itu patut dipahami sebagai salah satu titik lemah dalam proses pembangunan nasional dewasa ini.
Layak disebut titik lemah dalam proses pembangunan, karena pengendapan menjadikan dana ratusan triliun rupiah itu tidak produktif.
Padahal pembangunan berkelanjutan yang terus berproses hingga hari ini masih menghadapi fakta masalah tentang kemiskinan hingga kemiskinan ekstrem.
Kemudian masalah puluhan ribu balita yang gagal tumbuh ideal akibat kekurangan gizi kronis (stunting).
Belum lagi puluhan ribu anak putus sekolah, masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi, hingga belum terpenuhinya infrastruktur dasar pada belasan ribu desa, termasuk kebutuhan masyarakat pedesaan akan jaringan internet.
Publik yang awam tentang disiplin pengelolaan dan penggunaan anggaran tentu akan kecewa atau marah.
Namun muncul asumsi bahwa jika ada kemauan politik dari setiap pemerintah daerah, dana triliunan rupiah itu mestinya bisa digunakan untuk menyediakan gizi yang dibutuhkan puluhan ribu balita, atau membantu anak-anak putus sekolah.
Per Agustus 2022, dana Pemda yang mengendap di bank mencapai Rp 203,42 triliun. Bisa jadi preseden buruk jika tidak segera dihentikan
- Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad Ajak Rakyat Indonesia Menjaga Harmonisasi Usai Pemilu
- Sarasehan Kehumasan MPR, Fadel Muhammad Menyapa Rakyat Gorontalo di Momen Idulfitri
- Pemda Serius Angkat Honorer Lulusan SD/SMP Jadi PPPK 2024?
- Lestari Moerdijat Harap Pengembangan Sektor UMKM Harus Sinergi dengan Potensi Desa
- Lestari Moerdijat: Penurunan Angka Urbanisasi Harus Konsisten Dilanjutkan
- Fadel Muhammad Berharap Tradisi Lebaran Ketupat di Gorontalo Dijaga Agar Jangan Punah