Delapan Alasan Menerobos Tirai Bambu

Delapan Alasan Menerobos Tirai Bambu
Irwan Hidayat saat mengikuti pameran TTI di The Westin, Nanjing, Tiongkok Selatan.
Kedua, lanjut Irwan, Tiongkok dan Indonesia memiliki kemiripan dalam budaya kesehatan. Sama-sama punya tradisi jamu, punya pengobatan altenatif, selain medis. “Warga Tiongkok semakin maju, semakin peduli akan menjaga dan merawat kesehatan. Trend mereka adalah kembali ke natural, alamiah, dan mengkonsumsi obat-obat herbal. Feeling saya, ke depan, mereka lebih memilih jamu yang terjamin keaslian dan kemurnian jamu. Kami berani bersaing secara sehat dan kompetitif,” kata dia.

Lalu, alasan ketiga, kata Irwan, dirinya ingin mencari tantangan baru, yang paling sulit. Di mana “bukit” yang paling tinggi dan terjal, itulah yang sedang dia daki. “Dan pilihannya adalah Tiongkok. Saya selalu mencari tantangan tersulit. Karena jika berhasil melewatinya dengan sukses, maka produk yang dia jual itu akan dengan mudah menguasai di banyak tempat,” ungkapnya.

Keempat, alasan Irwan adalah, orang Indonesia dan Tiongkok sama-sama mengenal “masuk angin.” Sebuah penyakit yang tidak ada kamuskan dalam ilmu kedokteran. Istilah masuk angin itu sendiri sebenarnya sangat Indonesia, bahkan sangat Jawa. Hanya orang Jawa yang sering merasa “masuk angin” dan biasanya sembuh setelah kerokan. Digaruk-garuk dengan balsem hangat dan coin, di bagian punggung, dada, leher dan bagian belakang badan sampai garis-garis kemerah-merahan.

Sido Muncul berhasil mensosialisasikan produk Tolak Angin, sebagai pengganti budaya kerokan yang menyisakan bekas merah-merah tiga sampai lima hari. “Di Tiongkok, penyakit semacam masuk angin ini juga ada! Bahasa Inggrisnya common cold. Seperti saat di antara stamina dan fisik menurun drastis, tetapi belum sempat sakit flu betulan. Masih in between atau intermediate. Mungkin sedikit bersin-bersin, tapi belum sempat demam tinggi. Sedikit diforsir, atau berada dalam suasana yang tidak nyaman, berpotensi sakit flu. Tapi dipakai istirahat yang cukup, makan dan minum air putih yang cukup, cepat fit lagi,” jelas pria yang lahir di Jogjakarta 23 April 1974 ini.

Bukan Irwan Hidayat kalau tidak suka tantangan baru. Setelah satu dekade merajai pasar jamu dan minuman energi di tanah air, presiden direktur PT

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News