Dephub Minta Bukti Konkret

Dephub Minta Bukti Konkret
Dephub Minta Bukti Konkret
JAKARTA - Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal sewot bawahannya disebut-sebut menerima suap dari PT Bina Mitra Karya Perkasa (BMKP), salah satu pemengan tender kapal patroli. Dia malah meminta dugaan seperti itu tidak perlu diungkapkan ke publik.

    “Yang menyebut siapa, pengacara, kita itu orientasinya ke KPK, kalau pengacara yang mengatakan seperti itu ya lapor aja ke KPK,  kalau dia punya bukti berikan saja ke KPK," ujar Jusman menjawab tentang keterlibatan pejabat Dephub berinisial D dan M dalam kasus pengadaan kapal patroli yang diselenggarakan Dephub. Dia mengaku hanya akan men-support apa yang telah ditemukan KPK, bukan dari temuan atau omongan pengacara.

     Namun begitu, pihaknya menegaskan siap bekerjasama dengan KPK untuk menuntaskan masalah yang melibatkan instansinya. Mantan Dirut PT Dirgantara Indonesia (PT DI) itu mengungkapkan, dalam penggeledahan dikantor Dephub, KPK telah mengumpulkan berkas maupun data yang diperlukan. Pihaknya hanya ikut menyaksikan dan memberikan keleluasaan kepada KPK untuk mendapatkan informasi itu. “Yang dibawa itu dua boks nggak tau apa, mereka tahu apa yang mesti dicari,” tukasnya.

     Meski begitu, dia mempersilahkan jika KPK ingin memeriksa pejabat Dephub yang diduga menerima suap. Apa sangksi yang akn diberikan Dephub kepada pejabat korup itu? Jusman mengaku akan memberikan sanksi tegas sesuai prosedur yang berlaku tapi harus ada keputusan dari pengadilan terlebih dahulu. “Kalau pegawai negeri itu kan ada prosedurnya. Setelah ada keputusan, otomatis, masuk ke pengadilan lalu juga akan ada aturan kepegawaian, “ tegasnya.

     Sementara itu, meskipun kasusnya terindikasi tidak benar, tender pengadaan 20 unit kapal patroli itu akan tetap diteruskan sesuai rencana. Termasuk juga kapal yang dipesan kepada PT BMKP. Dephub memberikan waktu seluruh kapal itu harus selesai dalam waktu 210 hari atau tujuh bulan sejak ditandatangi pada 23 Mei lalu. “Kasus suap biarkan diproses KPK, sementara pembangunan kapal patroli harus berjalan dan diselesaikan sesuai rencana,” tuturnya.

     Apalagi, menurut Effendy, kontrak pemesanan kapal itu sudah ditandatangani sehingga tidak mudah untuk dibatalkan. Proses pembangunan kapal patroli sudah berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku mulai dari perencanaan, persetujuan DPR sampai proses tender yang dilaksanakan direktorat Perhubungan Laut. “Itu tidak perlu dibatalkan karma kita butuh banyak kapal patroli untuk keselamatan pelayaran,” tegasnya.

     Effendy menyangkal tuduhan kasus suap sudah men-tradisi dalam pelaksanaan berbagai proyek di Direktorat Perhubungan Laut, sebab, menurut dia, sudah ada peraturan yang menjadi pedoman. Dia juga menyangkal ada tekanan dari DPR dalam pelaksanaan tender kapal patroli tersebut. “Yang penting kontraktor yang ditunjuk harus yang menguntungkan negara ditinjau dari segala segi, jadi tidak selalu kontraktor penawaran terendah yang dikabulkan,” ungkapnya.

     Sesuai ketentuan, lanjut Effendy, semua pihak yang terlibat dalam ke-panitiaan tender telah mendapatkan honor yang besarannya bervariasi disesuaikan dengan anggaran. “Misalnya untuk pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), yang saat lelang itu dilakukan dipimpin oleh Djony Algamar, memperoleh honorarium pelelangan senilai Rp1,2 juta per bulan untuk pagu antara Rp100 miliar hingga Rp500 miliar,” sebutnya.

JAKARTA - Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal sewot bawahannya disebut-sebut menerima suap dari PT Bina Mitra Karya Perkasa (BMKP), salah satu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News