Diabetes Melitus Bakal Gerus Anggaran BPJS, Pemerintah Harus Intervensi

Diabetes Melitus Bakal Gerus Anggaran BPJS, Pemerintah Harus Intervensi
Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat. Foto tangkapan layar zoom

jpnn.com, JAKARTA - Masa pandemi COVID-19, ikut memicu jumlah kasus penyakit kencing manis atau Diabetes Melitus (DM).

Pasalnya, semua aktivitas serba daring, masyarakat pun waswas ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya.

Menurut Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat, seseorang bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa banyak bergerak, maka potensi risiko terkena DM sangat besar.

Padahal dengan banyak gerak dan mengeluarkan keringat merupakan jalur detoksifikasi alami. 

"Diabetes dulu hanya diidap oleh lansia, kini mulai menjangkiti generasi muda," kata Budi dalam Media Briefing “The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy” besutan CHEPS, Jumat (13/11).

Dalam dunia medis dikenal Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1) dan Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2). DMT2 sering tidak menunjukkan gejala berarti. Bahkan, mayoritas penderita tidak menyadari dirinya terkena DMT2 selama bertahun-tahun. 

Yang jadi pertanyaan, apakah DMT2 ditanggung oleh pemerintah dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Mengingat pengidap penyakit ini akan mengalami kerusakan organ tetapi berdurasi sangat panjang. 

Budi menjelaskan, dampak dari DM tipe 2 bisa menggerus keuangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,  jika peserta tidak ditangani dengan sangat serius.  “Ini diperlukan studi khusus dan mendalam, regulasinya juga harus dipikirkan oleh pemerintah,” ujar Budi.

Penyakit diabetes melitus akan membebani anggaran negara dan diprediksi mencapai 199 triliun bila tidak ada intervensi pemerintah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News