Dipotong dalam Satu Kali Tebasan Leher, Biaya Miliaran

Dipotong dalam Satu Kali Tebasan Leher, Biaya Miliaran
Kerbau diarak mengitari kompleks Tongkonan Santorayan di Kilometer 9, Loa Janan, Kukar. Foto: IBRAHIM/KPALTIM POST

Di pondok itu, keluarga melakukan persiapan untuk menerima tamu. Tamu laki-laki disuguhi rokok. Sedangkan tamu perempuan disuguhi sirih dan pangan.

Setelah itu, para tamu yang membawa sumbangan, baik babi, kerbau, maupun hewan lainnya, dicatat oleh panitia khusus. Sumbangan dari setiap tamu diumumkan protokol acara. Upacara adat Rambu Solo’ atas meninggalnya Luther Kombong ini diperkirakan menghabiskan biaya hingga miliaran rupiah.

Hari pertama Rambu Solo’ digelar, satu kerbau dipotong di tengah lapangan. Pemotongan yang dilakukan pengembala yang oleh masyarakat Toraja disebut pakambi itu menandai Rambu Solo’ resmi dihelat. Kerbau dipotong dengan satu kali tebasan leher oleh pakambi. Pemotongan satu kerbau ini dilakukan tiap hari hingga kurban kerbau massal pada Jumat (28/4).

Sebanyak 27 kerbau persembahan keluarga mendiang Luther itu dikumpulkan di lapangan menjelang tengah hari. Prosesi ini disebut Ma’ Pasa’ Tedong. Setelah pengumpulan, kerbau diarak mengitari kompleks Tongkonan Santorayan.

Namun, sebelum diarak, kerbau itu dihias dengan kain merah yang dibalutkan ke tanduk. Ada yang disarungkan di punggung kerbau. Ada pula yang dihias dengan kalung dari bambu kecil.

Pengarakan kerbau itu diiringi oleh pujian-pujian dan syair untuk mengenang almarhum Luther, menggunakan pengeras suara yang terdengar jelas di kompleks Tongkonan Santorayan. Ma’Pasa’ Tedong sendiri dilakukan sebagai bentuk ucapan terima kasih anak, istri, saudara, dan keluarga mendiang Luther untuk berbagai komunitas yang hadir dalam Rambu Solo’.

Kepada penulis, Pendeta Luther Taruk menjelaskan, Rombo Solo’ merupakan acara duka sakral bagi masyarakat adat Toraja. Dulu sebelum masyarakat Toraja menganut agama, Rambu Solo’ dimaknai sebagai penghormatan terakhir kepada mendiang yang telah pergi, dengan harapan agar arwahnya dapat abadi (puya).

Kerbau dimaknai sebagai kendaraan arwah. Namun, setelah masuknya agama, Rambu Solo’ dimaknai mengantar roh ke surga. “Adat tetap dipakai. Hanya pemahaman diubah. Mengantar arwah ke surga,” papar Pendeta Luther Taruk.

Rambu Solo’ merupakan upacara adat pemakaman pada masyarakat Toraja, kali ini dalam rangka pemakaman mendiang Luther Kombong.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News