Djan Faridz Cs Mulai Siap-siap untuk Pilkada

Djan Faridz Cs Mulai Siap-siap untuk Pilkada
Djan Faridz. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembanguan (PPP) hasil Muktamar Jakarta, dibawah kepengurusan Djan Faridz menggelar acara Mukernas II. Acara tersebut untuk mempersiapakn PPP menghadapi pemilu dan pemilukada.

Ketua Umum hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz menegaskan bahwa acara yang dibuat oleh pihaknya adalah legal dan mempunyai landasan hukum yakni putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepengurusannya. Bukan Mukernas yang dilakukan oleh kubu Romahurmuziy alias Romi beberapa waktu lalu yang dinilainya tidak berlandaskan pada hukum.

"Sekarang PPP itu mempunyai keputusan Mahkamah Agung, artinya ini keputusan MA ini putusan yang tetap dan inkrah. Setiap tindakan yang melawan keputusan yang final dan ikrah ini, ini adalah perbuatan yang melawan hukum.‎ Jadi kalau ada keputusan MA menyatakan ‎bahwa muktamar Jakarta adalah yang sah, kalau ada orang yang mengatakan PPP yang berbeda dengan keputusan MA itu perbuatan yang melawan hukum," kata Djan di DPP PPP, Jakarta, Selasa (29/3).

Dengan demikian, dia menegaskan bahwa acara Mukernas yang diselenggarakan ini tidak akan mengganggu proses islah yang sedang dilakukan. Pihaknya, lanjut Djan, selalu membuka pintu untuk islah. Selama islah itu masih dalam koridoe hukum atau keputusan MA.

"Jadi seperti tetangga kami, ngajak kami islah sama-sama mencuri atau merampok bank, engga mau saya, mau ngapain saya ikut-ikut. Saya ini penduduk yang taat hukum. Sudah ada ketentuan hukum yang dilarang merampok ya taatilah hukum, nah juga begitu ini. Kalau ada orang yg berniat baik pada baik ke keluarga PPP saya ikut," ujar Djan.

Sementara Wakil Ketua Umum PPP, N'uman Abdul menyarankan, sebaiknya pemerintah yakni Kemenkum HAM dibawah pimpinan Yasonna Laoly taat terhadap keputusan MA. Sebab, putusan MA itu sifatnya final dan mengikat. Menurut dia, Kemenkum HAM itu tidak boleh ikut campur dalam masalah internal partai. 

"Kewenangan yg diberikan ke Kemenkum HAM itu atributif, bukan substantial mengatur.‎ Bahkan fungsi mediasi saja sudah tidak boleh," kata dia.

Dengan demikian, dia meminta ke Yasonna tidak mengkangkangi putusan MA dan segera mengesahkan hasil Muktamar Jakarta. "Jadi kalau pemerintah engga mau mengakui muktamar Jakarta, lalu pasal apa yang dipakai," kata dia. (dil/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News