Erni Ingin Duduk di Depan Makam Amrozi Sambil Membawa Bunga

Erni Ingin Duduk di Depan Makam Amrozi Sambil Membawa Bunga
Ali Fauzi memberikan pendapatnya pada acara silaturahmi kebangsaan mantan Napi terorisme dengan korban terorisme di Jakarta, Rabu (28/2/19). FOTO: FEDRIK TARIGAN/JAWA POS

jpnn.com - Para korban teror bom, seiring hilangnya trauma fisik dan psikis, sudah bisa berdamai dengan masa lalu dan para mantan pelaku. Ada komitmen dari pemerintah untuk menyiapkan bantuan usaha, pelatihan, dan pendidikan.
---
HASIBULLAH Satrawi masih ingat benar momen itu. Momen ketika dia berdoa dalam hati agar Ni Luh Erniati tak bertanya, "Makam Amrozi yang mana?"

Ketika itu, Mei 2015, bersama rombongan, mereka tengah melintas di tempat pemakaman umum Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Mereka baru balik dari kediaman Ali Fauzi, adik Amrozi, salah seorang terpidana mati Bom Bali I.

Doa direktur eksekutif Aliansi Indonesia Damai (Aida) tersebut memang terkabul. Erni tak sempat bertanya apa-apa kala itu. Atau lebih tepatnya memilih memendamnya.

"Saya sebenarnya ingin duduk di depan makam Amrozi sambil membawa bunga," kata Erni kepada Jawa Pos.

Tak ada pendaman amarah dalam keinginan tersebut. Pada 2015 itu, marah dan dendam telah cukup lama dikubur Erni.

Meski akibat pengeboman yang dilakukan Amrozi dkk di Sari Club pada 12 Oktober 2002 itu, Erni kehilangan suami yang bekerja di kelab tersebut. Sekaligus bapak bagi kedua anaknya. Dan gantungan perekonomian keluarga.

Tentu proses yang harus dilalui Erni tak sebentar. Apalagi jika dia terkenang kembali sisa-sisa horor tragedi yang menewaskan 202 orang yang kemudian dikenal sebagai Bom Bali I itu.

Bahkan, untuk sekadar bisa mendapatkan kepastian identifikasi suaminya, dia harus menunggu sampai empat bulan.

Akibat aksi pengeboman yang dilakukan Amrozi dkk di Sari Club pada 12 Oktober 2002 itu, Erni kehilangan suami yang bekerja di kelab tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News