Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku

Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku
Yusrizal, salah seorang anggota rombongan petualangan Bupati Jarot Winarno ke pedalaman Sintang, tengah melihat tanaman Lada di Desa Nanga Bayan, Kecamatan Ketungau Hulu, Kamis (25/5). Foto: ACHMAD MUNANDAR/Rakyat Kalbar

jpnn.com - Masyarakat yang tinggal di Desa Nanga Bayan, Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sudah lama terpinggirkan.

Mereka memang memegang identitas warga negara Indonesia, namun asap dapurnya mengepul karena duit dari orang-orang di negara tetangga, Malaysia, yang didapat dengan cara berdagang.

Achmad Munandar, Nanga Bayan

Rata-rata masyarakat Nanga Bayan mencari nafkah dengan bertani lada. Panen mereka selalu dijual ke negeri jiran. Pun demikian dengan hasil pertanian lainnya.

Hampir rata dijual ke Malaysia. Meskipun, untuk menuju perbatasan Ketungau Hulu-Sarawak harus menempuh medan berbukit yang lumayan jauh.

“Kami berjalan kaki kurang lebih 10 kilometer. Jalan kaki saja kami, kondisi berbukit,” ucap Gito, salah seorang petani lada Desa Nanga Bayan, Kamis (25/5).

Lanjut dia, Rupiah dikenal masyarakat setempat sejak tahun 2000. Sebelum itu, mereka cuma mengenal Ringgit Malaysia.

Kondisi ini memang disebabkan infrastruktur jalan maupun jembatan yang belum terbuka. Koneksi masyarakat Nanga Bayan dengan ibukota Kabupaten Sintang terputus.

Masyarakat yang tinggal di Desa Nanga Bayan, Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, sudah lama terpinggirkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News