Inklusivitas PPHN Cerminan MPR jadi Penjelmaan Seluruh Rakyat

Inklusivitas PPHN Cerminan MPR jadi Penjelmaan Seluruh Rakyat
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI

Sejak saat amandemen keempat konstitusi, sudah tidak ada lagi Utusan Golongan yang merupakan bentuk representasi fungsional.

"Utusan Golongan pada dasarnya menjadi solusi dalam hal ada celah tidak terwakilinya fungsi-fungsi penting dalam masyarakat, seperti kelompok keahlian tertentu, kalangan profesional, asosiasi pelaku usaha, petani, pekerja, dan seterusnya," paparnya.

Menurut Diani, jika PPHN dihidupkan, penyusunannya secara eksklusif akan dipegang oleh kalangan partai politik (DPR) dan wakil daerah (DPD).

"Inklusivitas proses penyusunan PPHN menjadi sangat penting karena berkaitan dengan berbagai komitmen SDGs yang pondasinya adalah prinsip 'leave no one behind'," jelasnya.

Diani menambahkan PPHN seyogyanya menjadi karya kolektif bangsa Indonesia dan seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali dapat menyampaikan aspirasinya. Sehingga kegiatan turunannya, yaitu perencanaan pembangunan nasional pun menjadi inklusif.

Keberadaan utusan golongan terdapat dalam sistem perwakilan di sejumlah negara, dengan format kelembagaan yang berbeda-beda.

"Di Hong Kong misalnya, kursi functional constituencies (FCs) bahkan pernah mengisi setengah dari keseluruhan kursi Legislative Council. FCs pernah memiliki peran yang sangat signifikan bagi kepentingan berbagai sektor dan komunitas dan pada akhirnya berperan penting pada pembangunan Hong Kong," sebutnya.

Sementara di Perancis, kata Diani, kelembagaan representasi fungsional tidak berada di lingkungan parlemen, tetapi secara konstitusional diakui.

Rencana MPR melahirkan PPHN, proses penyusunan dan penetapannya harus dilakukan secara inklusif, merepresentasikan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News