Jabar Buat SOP Krisis: Penanganan Bencana Lebih Cepat, Informasi Tepat, Warga Terhindar Hoax

Jabar Buat SOP Krisis: Penanganan Bencana Lebih Cepat, Informasi Tepat, Warga Terhindar Hoax
Sekda Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmaja memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Bencana di Jawa Barat (Jabar) di Kantor Bappeda Jabar, Jl. Ir. H. Juanda, Kota Bandung, Minggu (1/3/20). (Foto: Tatang/Humas Jabar)

"Hal-hal seperti itu harus dibuat dalam SOP yang lebih clear (jelas). Saya pikir Pergub (peraturan gubernur) juga sudah memadai, karena itu SOP internal kita yang disepakati bersama," tuturnya.

Setiawan juga menegaskan bahwa Pemprov Jabar akan terus berkoordinasi dengan pusat dalam penanganan bencana. "Karena bicara banjir ini 'kan bicara hulu dan hilir, mulai dari konservasi hingga pemberdayaan masyarakat," ujarnya.

Sementara berdasarkan laporan BPBD Jabar, provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini rawan terhadap bencana gunung api aktif, gempa bumi, banjir, pergerakan tanah (longsor), tsunami, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kebakaran pemukiman, angin puting beliung, kegagalan teknologi seperti kecelakaan pesawat, serta kejadian luar biasa seperti demam berdarah.

Dari rekapitulasi bencana selama 2014-2019, BPBD Jabar mencatat ada 7.396 kejadian bencana, paling banyak pada 2019 dengan 2.057 kejadian bencana yang mayoritas adalah tanah longsor (625 kejadian) dan angin puting beliung (489 kejadian).

Adapun bencana banjir terjadi 164 kali pada tahun lalu. Sementara sejak awal 2020 hingga Februari, BPBD Jabar mencatat 57 kali kejadian bencana banjir serta 158 bencana longsor.

Daerah rawan banjir berada di wilayah Jabar utara dan tengah antara lain Kab. dan Kota Bekasi, Kab. dan Kota Bandung, Kab. Subang, Kab. Karawang, hingga Kab. dan Kota Cirebon.

Di Jabar bagian tengah dan selatan, 22 daerah rawan longsor di antaranya Kab. dan Kota Bogor, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, Kab. Tasikmalaya, serta Kab. Garut.

Terkait banjir, Stasiun Geofisika Bandung melaporkan bahwa puncak musim hujan di Jabar sudah terlewati sehingga curah hujan berkurang dan bersiap menyambut musim kemarau mulai Mei mendatang.

Rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri perangkat daerah terkait ini bertujuan meningkatkan koordinasi pengendalian (gambaran, progres, dan antisipasi) bencana serta menyiapkan data terkini untuk bahan informasi kepada masyarakat agar terhindar dari hoax.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News