KAHMI di Tengah Pusaran Pragmatisme Politik

Oleh: N Syamsuddin C Haesy

KAHMI di Tengah Pusaran Pragmatisme Politik
KAHMI di Tengah Pusaran Pragmatisme Politik. Foto for JPNN.com

Di seluruh partai politik, anggota KAHMI tak memainkan peran besar sebagai pemimpin yang menentukan integritas dan arah partai sebagaimana dikehendaki rakyat. Meski secara kuantitatif berjumlah besar, keberadaan mereka laksana buih diayun gelombang.

Ketika gelombang besar pragmatisme politik dan politik transaksional (lewat money politic yang bebal dan membebalkan) partai politik mendegradasi kepemimpinan dalam pemerintahan dan penyelenggaraan negara, KAHMI dan begitu banyak anggotanya tak berkutik. Terutama, karena mereka tak lagi memainkan peran strategis sebagai penentu, khasnya di lingkungan partai dan lembaga politik lainnya.

Akibatnya, KAHMI laksana paguyuban para legiun aktivis yang lebih sibuk sebagai event organizer dengan agenda rutin: dies natalis, buka puasa bersama, halal bil halal, bakti sosial, diskusi – seminar – simposium – lokakarya, dan fund rising.

KAHMI abai memainkan peran sebagai institusi yang pantas dan patut melakukan assesment atas kader pemimpin partai, penyelenggara negara dan pemerintahan.

Anggota KAHMI yang berada di lingkungan partai dan lembaga politik lainnya, tidak lagi menjadi menjadi ideolog dan penentu arah, sebaliknya justru menjadi kepanjangan tangan partai dan lembaga politik di lingkungan domestik.

Secara organisasi, KAHMI pun nyaris kehilangan daya di tengah dinamika kebangsaan dan keumatan, karena lebih banyak memainkan peran sebagai mustami’ (observer), dan penumpang.

Peran strategis KAHMI telah berpindah ke ormas-ormas lain yang banyak bertumbuh sejak era Reformasi dan menentukan tune demokrasi. Sebagian besar anggota KAHMI di berbagai partai dan institusi politik, selalu menggelorakan hasrat dan ‘pulang kandang’ – karena kalah berkompetisi di ‘luar kandang’ - kemudian berpolitik di ajang domestik.

Hal itu nampak setiap kali akan berlangsung Musyawarah Nasional (Munas) KAHMI yang sesungguhnya merupakan ajang evaluasi dan pembaruan komitmen untuk tetap tegak di atas pondasi “triple I” (islam – indonesia – independensi). Ironisnya, dalam konteks ‘bertarung di dalam kandang’ sendiri, beberapa di antara mereka – kepanjangan tangan parpol dan invisible hand kekuatan politik di luar, membawa serta pragmatisme dan transactional politic.

Pada masanya, komunitas alumni HMI yang (secara otomatis) merupakan anggota KAHMI, dikenal sebagai kader tangguh yang egaliter, visioner, dan mumpuni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News