Kekuatan Massa Dianggap Cara Alternatif Intervensi Proses Hukum

Kekuatan Massa Dianggap Cara Alternatif Intervensi Proses Hukum
Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) angkatan 71 menggelar seminar dengan tema 'Intervensi Proses Hukum dengan Menggunakan Mobilisasi Massa' pada Selasa (30/5). Foto: Fathan Sinaga/JPNN.com

"Mobilisasi massa biasanya masyarakat kurang melihat aturan berjalan. Pada kondisi seperti itu aksi massa lebih sering terjadi," kata dia.

Sementara itu, Iza Fadri memastikan bahwa polisi harus berpegang pada hukum tapi tetap memegang asas hukum equality before the law.

"Begitu pula ada yang melakukan mobilisasi massa untuk mengintervensi proses hukum, penyidik harus independen. Tidak terpengaruh dengan adanya pengerahan massa tersebut," kata dia.

Lebih lanjut, kata dia, Polri pun dalam menghadapi massa mengedepankan pendekatan persuasif dibanding koersif. Yakni melalui negosiasi lebih dulu, namun bila terjadi kekacauan Polri bakal lakukan langkah penegakan hukum.

"Intinya Polri tetap profesional dalam pelaksanaan tugasnya. Seberapa banyak massa yang dikerahkan tak akan mempengaruhi proses penyidikan masus yang sedang ditangani Polri," bebernya.

Dia menyakinkan bahwa penyidik Polri tak bisa diintervensi dan dipengaruhi siapapun termasuk mobilisasi massa.

"Apabila massa melanggar aturan, maka Polri lakukan penegakan hukum sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujarnya.(mg4/jpnn)


Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) angkatan 71 menggelar seminar dengan tema 'Intervensi Proses Hukum dengan Menggunakan Mobilisasi Massa' pada


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News