Keluarga Tragedi 65 Ikrar Akhiri Konflik
Sabtu, 02 Oktober 2010 – 07:50 WIB

Keluarga Tragedi 65 Ikrar Akhiri Konflik
Berbagai bukti bahwa sudah tidak ada lagi permusuhan diantara para keluarga itu diwujudkan dalam berbagai testimoni. Chaterine Panjaitan yang didapuk memberikan testimoni pertama kali, mengungkapkan betapa berat kehidupannya pasca kejadian 1 Oktober pagi itu. "Saya menjadi pribadi yang trauma saat itu," kata Catherine.
Baca Juga:
Betapa tidak, Chaterine menjadi saksi hidup kematian ayah yang dicintainya. Pasukan Cakrabirawa suruhan DN Aidit saat itu mengeksekusi DI Pandjaitan di depan mata Catherine. "Saya menyaksikan ayah saya ditembak dan (maaf, red) isi otaknya keluar. Saya hanya bersembunyi takut ketika itu," kenangnya dengan suara tersendat.
Ibu rumah tangga itu merasa saat itu hanya menjadi pribadi yang gagal, pasca kejadian itu. "Hidup saya melanglang buana, kerja sana sini tidak jelas," jelasnya.
Hidup yang sulit dijalani Catherine. Dia mengaku tidak pernah menyaksikan film G30SPKI yang diputar pada era Orde Baru itu. "Saya merasa pedih, karena selalu teringat jika melihat film itu," ujarnya. Selama berpuluh tahuan, Catherine mengalami trauma. "Butuh 20 tahun bagi saya saat timbul perasaan maaf itu," tuturnya.
JAKARTA - Tragedi kemanusiaan tahun 1965 merupakan salah satu sejarah kelam Republik Indonesia. Para korban dan pelaku pemberontakan era revolusi
BERITA TERKAIT
- Pramono Anung Bakal Buka Perpustakaan dan Museum Hingga Malam Hari
- Dr. Teguh Tanuwidjaja Menginisiasi Lahirnya iSWAM Argentina dan Paraguay
- Area Mangrove Terus Menyusut, Pak Hendro dan Agung Sedayu Gelar Aksi Restorasi di Teluk Naga
- Alhamdulillah, 501 Rumah Tidak Layak Huni di Kota Bandung Direnovasi
- Waka MPR: Upaya Pemberdayaan Perempuan Bagian Langkah Strategis
- 2 Napi Lapas Bukittinggi Tewas Setelah Pesta Miras, Mafirion: Ini Persoalan Serius!