Ketika Semenanjung Korea Memanas Lagi

Buntut Tragedi Torpedo, Korsel Putuskan Hubungan Dagang

Ketika Semenanjung Korea Memanas Lagi
PANAS - Aksi protes kerap digelar oleh warga Korsel terhadap tindakan dan kebijakan Korut, seperti yang sempat dilakukan kalangan konservatif tahun lalu dengan membakar bendera dan poster pemimpin Korut. Foto: Chung Sung-Jun/Getty Images Asia-Pacific.
PADA tahun 1950-1953 lalu, kawasan Semenanjung Korea - yang sebelumnya sempat dikuasai Jepang - pernah menjadi pusat salah satu 'perang saudara' terbesar di kawasan Asia, yaitu Perang Korea (Korean War). Dua pelaku utamanya kala itu, siapa lagi jika bukan dua negara yang menghuni kawasan tersebut yakni Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut). Jika Korsel didukung oleh PBB - yang bagaimanapun didominasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di NATO - maka Korut bergabung dengan RRC (China/Tiongkok) dan mendapat support dari Uni Sovyet (kala itu).

Kentara sekali, perang yang merupakan dampak dari 'pembagian wilayah' pasca Perang Pasifik (Perang Dunia II) itu, merupakan juga salah satu wujud perseteruan Blok Barat (AS dan kawan-kawan) versus Blok Timur (Soviet dan negara-negara komunis). Sebuah perseteruan yang berbuntut panjang, termasuk ke era perang dingin dengan segala aksi-aksi spionasenya, bahkan sampai ke milenium baru sekarang (seperti yang konon melatarbelakangi operasi militer di Afghanistan yang dulu 'dekat' dengan Soviet, Red).

Khusus Korsel-Korut sendiri, sejak itu bahkan bisa dikatakan tak pernah benar-benar berdamai (kendati Uni Soviet sendiri sebagai poros kekuatan itu malah sudah bubar, Red). Berbagai konflik selalu saja muncul dari waktu ke waktu, dipicu oleh beragam hal. Salah satunya yang terbaru, adalah tragedi tenggelamnya kapal Korsel bernama Cheonan, yang setelah diselidiki, disebutkan positif karena terkena torpedo Korut.

Nah, Senin (24/5) kemarin, Korsel mulai mewujudkan aksi balasannya atas tragedi kapal Cheonan, terhadap Korut. Pemerintahan Presiden Lee Myung-bak itu membekukan seluruh kerjasama dagang mereka dengan Korut. Tapi, Pyongyang tak mau kalah dan mengaku bakal menembaki pengeras suara yang mengobarkan perpecahan.

PADA tahun 1950-1953 lalu, kawasan Semenanjung Korea - yang sebelumnya sempat dikuasai Jepang - pernah menjadi pusat salah satu 'perang saudara'

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News