Menjadi Jutawan Muda dengan Bertani

Menjadi Jutawan Muda dengan Bertani
Mardiana, salah satu agropreneur komoditas jamur tiram asal Maros, Sulawesi Selatan menjadi pembicara Bincang Asyik Pertanian (Bakpia) di Polbangtan, Gowa, Jumat (17/5). Foto: Kementan

jpnn.com, GOWA - Petani ataupun pekerjaan di sektor pertanian pada umumnya masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat. Bertani identik dengan pekerjaan kasar, kotor-kotoran, ataupun penghasilan rendah. Akibatnya, regenerasi petani terhambat. Tak banyak anak muda yang tertarik bertani.

Tapi kondisi ini perlahan berubah. Setidaknya sejumlah anak muda yang terjun ke sektor pertanian berhasil membuktikan bahwa sektor pertanian ternyata bisa menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.

Sebut saja Mardiana, salah satu agropreneur komoditas jamur tiram asal Maros, Sulawesi Selatan. Mardiana menyebutkan saat ini bisnis budidaya dan pengolahan jamurnya sudah menghasilkan omzet 90 hingga 120 juta rupiah setiap bulannya.

BACA JUGA: Jokowi Diminta Ambil Langkah Besar Peningkatan Kualitas SDM

“Padahal awalnya modal saya cuma satu juta rupiah,” ungkapnya saat menjadi pembicara Bincang Asyik Pertanian (Bakpia) di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa, Jumat (17/5).

Usaha Mardiana sudah berlangsung selama sembilan tahun. Tiga tahun pertama, di sempat kesulitan menembus pasar Makassar. Pada awalnya, pasar di sana belum menyambut positif produk jamur tiram yang dihasilkannya. Bagi mayoritas masyarakat Makassar saat itu, jamur masih identik dengan racun.

Tetapi Mardiana tak pantang menyerah. Dirinya yakin potensi untuk mengembangkan pasar jamur di Makassar masih sangat besar.

Apalagi jamur sudah menjadi komoditas populer di Jawa dan Bali. Maka pada tiga tahun pertama Mardiana fokus untuk membangun pasar bagi produknya. Berbagai strategi pemasaran dijalankan Mardiana agar jamur merang bisa diterima oleh masyarakat.

Ide untuk membuka agrowisata tebersit ketika Ariesman melihat kecenderungan warga kota yang senang menghabiskan waktu akhir pekan di pedesaan. Terbukti ketika akhirnya agrowisatanya berjalan, mayoritas pengunjungnya berasal dari kota.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News