Menunggu Sontekan Mister Ambassador di Brazilia

Menunggu Sontekan Mister Ambassador di Brazilia
VISIONER: Wiendu Nuryanti ingin WCF 2013 dibuat berkesinambungan. Foto: Don Kardono/ Indopos
:TERKAIT Persoalan yang tidak kalah serius juga terjadi di internal kepanitiaan “Bali” World Cultural in Development Forum 2013 ini. Waktu efektif tinggal 11 bulan, untuk mempersiapkan gawe besar yang menjadi titik point Indonesia dalam membangun kepercayaan dunia. “Di internal, harus ngebut, harus cepat, tim harus bergerak dari semua lini. Ini adalah reputasi negara yang harus ditangani secara profesional dan melibatkan semua unsur secara aktif,” kata Prof Heddy Shri Ahimsa Putra, Cultural Expert dari UGM Jogjakarta yang sejak awal turut mengawal program ini.

Menurut Antropolog Gadjah Mada ini, kunjungan ke Brazil dan Prancis yang dipimpin langsung oleh Wamen Prof Wiendu Nuryanti itu sangat strategis. Kedua pemerintahan itu sudah mencatat keseriusan Indonesia menjadi host Bali WCF 2013. “Ini pekerjaan berbasis budaya, jadi tidak bisa diharapkan berdampak langsung, seperti halnya membangun infrastruktur. Impact-nya kelak akan dirasakan kuat, tetapi tidak bisa diklaim 100 persen sebagai pekerjaan kebudayaan. Tetapi siapapun yang mengklaim, membangun fondasi dan pengembangan budaya ini sangat penting bagi sebuah negeri,’’ tutur Prof Heddy yang pernah mempelajari detail organizing committee, The World Economic Forum 2012 di Davos, Klosters, Switzerland, 22-23 Januari itu.

Dia mencontohkah sukses batik secara ekonomis dan berhasil menembus pasar dunia, setelah karya tradisi itu diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Dulu batik hanya bisa berkembang di wilayah Jogja dan Solo. Dulu, masyarakat kelas atas “ogah” mengenakan batik. Pakaian bermotif itu dirasa hanya familiar untuk acara-acara tradisi, seperti pernikahan, among tamu, dan seremonial lain. “Bandingkan sekarang? Berapa ratus kali peningkatan produksinya? Sejak statusnya diakui oleh UNESCO? Saat ini batik sudah menjadi kebanggaan negeri. Harganya pun semakin variatif, ada yang sampai puluhan juta?” tambahnya.

Contoh lain, adalah keris. Memang, alat perang di zaman raja-raja di Jawa itu tidak terlalu vulgar. Tetapi, saat ini banyak orang Malaysia “gandrung” dengan benda yang dulu dianggap bertuah itu. Orang-orang Surabaya dan Madura, banyak yang menjadi empu, pembuat kerajinan keris yang memiliki akar sejarah budaya yang kuat ini. Begitu dicatat sebagai warisan dunia oleh UNESCO, pasar pun bergeliat, banyak orang ingin mengoleksi keris. “World Cultural Forum 2013 nanti bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan karya-karya anak tradisi yang bernuansa budaya itu,” ungkap Heddy.

Ibarat bermain bola, peluit kick off sudah ditiup oleh Wamendikbud Prof Dr Wiendu Nuryanti M.Arch, PhD. Permainan sudah memasuki zola menyerang agresif,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News