On Time Tidak On Time

On Time Tidak On Time
On Time Tidak On Time
Perdagangan China sejauh ini surplus USD 78 miliar, seperti ditulis oleh The International Herald Tribune pada September 2009 silam. Ke depannya tentu akan semakin surplus lagi. Harus diakui bahwa pemerintah China menerapkan insentif ekspor kepada eksportir pelaku industri sekitar 13 persen. Teknologinya pun canggih, lebih efisien sehingga harganya bersaing.

Adapun industri Indonesia, sebagai akibat berbagai krisis sejak 1997 dan 2008, telah menurun daya saingnya. Kecilnya modal dan pelemahan kurs rupiah, membuat harga bahan baku impor menjadi sangat tinggi.

Sejak era Orde Baru kita gemar mengkultuskan perdagangan bebas ciri khas neo-liberalisme. Pernah di era Bung Karno, digadang-gadangkan ekonomi domestik dengan semboyan "berdiri di atas kaki sendiri". Sayangnya itu hanya slogan politik.

Sebetulnya, neraca perdagangan Indonesia - khususnya dari sektor non-migas - mulai membukukan defisit sejak 2005. Semenjak itu, pertumbuhan total ekspor Indonesia ke China sangat kecil dibandingkan dengan pertumbuhan impor Indonesia dari China.

PRO-PASAR itu elok jika antar pelakunya saling seimbang. Namun jika bagai antara duren dan mentimun, sudah pasti yang berduri akan memangsa si mentimun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News