Oposisi Sunyi

Dhimam Abror Djuraid

Oposisi Sunyi
Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

Inilah fenomena ‘’spiral of silence’’ yang ditengarai oleh ilmuwan politik Jerman Elisabeth Noelle-Neumann. Sebuah kelompok sosial yang mayoritas akan mengeksklusi dan mengisolasi kelompok minoritas karena opininya yang berbeda.

Dalam teori spiral of silence, lingkaran keheningan terjadi karena kelompok mayoritas tidak menghendaki adanya suara yang berbeda. Semua harus satu suara, satu opini. Suara yang berbeda akan diisolasi dan dieksklusi.

Suara yang beda adalah dissent yang dianggap sebagai suara sumbang. Suara yang berbeda bukan bagian dari kita, dan karena itu harus dibungkam. Suara yang berbeda adalah ‘’the others’’ atau liyan yang bukan bagian dari kita.

Menurut Noelle-Neumann, manusia secara alamiah takut akan eksklusi dan isolasi. Manusia secara alamiah tidak ingin menjadi liyan. Karena itu, sanksi sosial berupa eksklusi dan isolasi akan menjadi ancaman.

Karena itu, manusia secara manusiawi lebih nyaman dan aman menjadi bagian dari society supaya terhindar dari isolasi.

Karena itu kemudian individu harus menyesuaikan diri dengan suara mayoritas dalam masyarakat. Individu harus menjadi bagian dari masyarakat dengan melakukan konformitas. Hak-hak individu harus direlakan untuk lebur menjadi satu dalam hak kolektif.

Hak kolektif ini kemudian diklaim oleh negara sebagai hak warga negara yang diwakili oleh sebuah rezim pemerintahan. Rezim ini mengaku sebagai rezim demokratis dengan berbagai variannya.

Ada yang menyebut sebagai Demokrasi Pancasila, Demokrasi Terpimpin, atau varian demokrasi lainnya. Bahkan sebuah negara komunis seperti Korea Utara pun menyebut diri sebagai ‘’Republik Demokratik Korea Utara’’.

Oposisi mati dan DPR menjadi sunyi, hening senyap disergap spiral keheningan. Semua harus satu suara, satu opini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News