Pandangan Terhadap Pembahasan Pendahuluan RAPBN 2019

Pandangan Terhadap Pembahasan Pendahuluan RAPBN 2019
Anggota MPR-DPR Fraksi PAN, Hakam Naja. Foto: Humas DPR RI

Selain itu, BI juga telah menghabiskan cadangan devisa sebanyak US$ 12,14 miliar (berkurang 9,20%) sepanjang semester I - 2018. *Berdasarkan kondisi tersebut, maka kami mengusulkan agar asumsi rata-rata nilai tukar Rupiah pada tahun 2019 sebesar Rp14.000 – 14.500 per US$.

3. Defisit APBN dan Utang

Besarnya realisasi defisit APBN dalam empat tahun terakhir menyebabkan nilai utang pemerintah melonjak tajam. Total utang pemerintah pusat per Mei 2018 telah mencapai Rp 4.169 triliun atau meningkat sebesar Rp 1.561 triliun sejak akhir tahun 2014 (naik 60%). Selain nominal utang pemerintah yang naik drastis, rasio utang pemerintah terhadap PDB juga terus mengalami kenaikan dari hanya 24,7% pada 2014 menjadi 29,39% pada realisasi 2017.

Meskipun pemerintah terus berdalih bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB tersebut masih aman karena di bawah ambang batas 60% seperti yang tercantum dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, lonjakan utang yang terlalu besar di tengah tax ratio yang masih rendah (10,7% dalam realisasi 2017) menyimpan bom waktu bagi APBN dalam jangka panjang. Bahkan dalam jangka pendek beban pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo pada tahun 2018 yang nilainya mencapai Rp384 triliun telah menggerus porsi APBN untuk pembayaran pokok utang maupun bunga utang. Padahal, hampir 30% dari utang pemerintah berdenominasi mata uang Dolar AS.

Belum lagi dengan nilai utang BUMN yang jumlahnya juga sangat besar mencapai Rp 4.825 triliun per April 2018. Segala risiko yang dihadapi BUMN jika terjadi keadaan mengarah yang tidak diharapkan tentunya juga menjadi bagian yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui APBN. Berkaitan dengan transparansi pengelolaan pembiayaan negara, Kementerian Keuangan harus mempublikasikan profil utang pemerintah pusat secara lengkap kepada publik seperti pada publikasi sebelum Agustus tahun 2017. Karena sejak September 2017 sampai saat ini publikasi profil utang pemerintah pusat telah dipangkas sehingga publik tidak dapat berpartisipasi mengawal kebijakan fiskal pemerintah.

Dengan melihat realisasi defisit APBN dalam tiga tahun terakhir (2015-2017) yang selalu menyentuh 2,5% terhadap PDB, maka kami meminta agar pemerintah berupaya serius dalam menjaga defisit APBN di bawah level 2% terhadap PDB, tidak hanya sekedar pajangan dalam target APBN. Dengan terjaganya realisasi defisit APBN maka diharapkan tumpukan utang pemerintah tidak membesar dengan drastis sehingga menjadi warisan bencana bagi generasi mendatang.

4. Indikator Kesejahteraan

Pemerintah harus lebih progresif dalam menargetkan penurunan tingkat ketimpangan.* Tingkat ketimpangan yang diukur dengan gini ratio masih mencatatkan angka 0,391 per September 2017. Angka gini ratio tersebut tidak banyak berubah dari posisi Maret 2016 yang tercatat 0,397. Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pemerintah menargetkan tingkat ketimpangan menjadi 0,36 pada tahun 2019. Begitupun dengan tingkat kemiskinan yang ditargetkan menjadi menjadi 7-8% pada akhir tahun 2019. Dengan tingkat kemiskinan 10,12% per September 2017 maka diperlukan upaya yang sangat keras oleh pemerintah dalam menurunkan jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Depresiasi nilai tukar Rupiah yang dihadapi saat ini berimbas terhadap seluruh mesin perekonomian. Misalnya, daya beli masyarakat yang masih lemah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News