Pandangan Terhadap Pembahasan Pendahuluan RAPBN 2019

Pandangan Terhadap Pembahasan Pendahuluan RAPBN 2019
Anggota MPR-DPR Fraksi PAN, Hakam Naja. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com - Oleh: Drs. H. A. Hakam Naja, M.Si
Anggota MPR-DPR Fraksi PAN

1. Pertumbuhan Ekonomi

Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok dalam RAPBN 2019 belum menunjukkan rasionalitas kebijakan fiskal.

Upaya pemerintah dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi masih menghadapi tantangan struktural terutama defisit transaksi berjalan yang masih tinggi (2,1% terhadap PDB atau US$ 5,5 miliar terparah sejak triwulan I-2013) dan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap US$ (-6,47% sejak awal tahun 2018, year to date).

Selain itu, tantangan eksternal juga masih membayangi perekonomian Indonesia khususnya terkait arah kebijakan normalisasi suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed, kenaikan harga minyak dunia, dan meluasnya eskalasi perang dagang global.

Kombinasi tantangan internal dan eksternal tersebut tentunya sangat mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak tahun 2015, asumsi pertumbuhan dalam APBN selalu dipasang terlampau tinggi dan overconfidence sehingga realisasinya pun jauh dari target. Bahkan dalam periode 2015-2017 pemerintah juga terus melakukan perubahan APBN dan realiasasi pertumbuhan ekonomi juga ternyata masih lebih kecil dibandingkan APBN-P. Begitupun dengan target pertumbuhan tahun 2018 ini yang dipatok 5,4%, Menteri Keuangan sudah pesimis akan tercapai dan diproyeksikan hanya akan tumbuh maksimal 5,2%.

Dengan catatan pengalaman tersebut, maka target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,2 – 5,6 % kami anggap masih diluar kewajaran. Sebab dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang kelewat tinggi akan berimplikasi terhadap proyeksi penerimaan pajak yang over estimate sehingga dapat menyebabkan defisit fiskal dan pembiayaan utang yang membengkak.

Oleh karena itu, kami mengusulkan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,1– 5,3 %.

Depresiasi nilai tukar Rupiah yang dihadapi saat ini berimbas terhadap seluruh mesin perekonomian. Misalnya, daya beli masyarakat yang masih lemah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News