Pemalsu Gunakan Blangko Asli

Pemalsu Gunakan Blangko Asli
Pemalsuan dokumen terbesar yang pernah ditangani Polrestabes Surabaya. FOTO: GUSLAN GUMILANG/JAWAPOS

jpnn.com - KTP buatan Arifin memang palsu. Namun, untuk mengetahuinya tidak bisa dilakukan secara kasatmata. Bahkan, aparat berwenang pun tidak bisa membedakan fisik KTP asli dan KTP palsu bikinan Arifin.

Jawa Pos mencoba mengecek KTP bikinan Arifin ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya. Nomor induk kependudukan (NIK) di KTP itu tidak terdaftar. Namun, dispendukcapil tak bisa memastikan asli atau tidaknya blangko KTP tersebut.

Waktu itu ada dua KTP aspal (asli tapi palsu) yang dicek. Yakni, sebuah KTP yang beralamat di Kecamatan Dukuh Pakis dan satu lagi atas nama berbeda dengan tempat tinggal di wilayah Kecamatan Krembangan. Pengecekan di dispendukcapil sebenarnya cukup singkat. Mereka hanya menginput NIK yang tertera pada KTP aspal tersebut. ''NIK ini tidak terdaftar,'' terang Kadispenduk Capil Suharto Wardoyo.

Karena tidak terdaftar, KTP itu tidak sah alias palsu. Namun, Suharto tidak bisa memastikan asli atau tidaknya fisik blangko KTP itu. Menurut dia, tidak ada ciri spesifik seperti pada uang yang bisa membedakan asli atau palsu.

"Blangko seperti ini kan sangat mudah dipalsukan. Kami pun tidak bisa memastikan ini asli atau palsu. Yang jelas, datanya palsu karena NIK tidak terdaftar,'' jelas mantan Kabag Hukum Pemkot Surabaya itu. Karena tak bisa mengenali asli atau tidak tersebut, dispendukcapil tidak bisa menyebutkan blangko itu bisa keluar ke pemalsu karena adanya kebocoran.

Pria yang akrab disapa Anang tersebut menjelaskan, selama ini blangko itu dicetak khusus oleh percetakan yang memenangi tender pemkot. Blangko kemudian diserahkan kepada dispendukcapil. Jika blangko tersebut asli, kemungkinan kebocoran bisa terjadi di dispendukcapil ataupun percetakan.

Sementara itu, Kanit Kejahatan Umum (Jatanum) Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu M.S. Feri mengatakan, dari beberapa kasus yang pernah dia tangani, kebanyakan pelaku memang memiliki blangko identitas asli. Hal tersebut pernah terungkap saat Feri membongkar jaringan pemalsuan yang ternyata terkait dengan sejumlah calon jamaah haji (CJH) yang membawa ratusan surat nikah aspal.

Kala itu Feri menangkap enam pelaku. Di antaranya, Munir, 52, asal Kebon Dalem, Surabaya; Zamroni Arif, 41, warga Margersari, Sidoarjo; dan Herman, 48, beralamat di Rungkut. Tiga orang lainnya adalah Saddam Husein, 19, tinggal bersama Munir di Kebon Dalem; Lukman, 19, asal Tulangan, Sidoarjo; dan Alwi, 49, warga Waru, Sidoarjo.

Otak sindikat pemalsuan tersebut adalah Munir. Dia selama ini memproduksi berbagai identitas palsu di sebuah rumah kontrakan bersama Zamroni Arif dan Saddam Husein. Mereka biasa mendapat pesanan dari para calo. Saat itu pelaku yang diidentifikasi sebagai calo ialah Herman dan Alwi. Keduanya adalah calo pengurusan paspor.

Ribuan identitas palsu yang dibuat komplotan tersebut menggunakan blangko-blangko kosong yang dipastikan asli. Misalnya, pembuatan KTP. Dari hasil pemeriksaan di Dispendukcapil Surabaya, diketahui blangko yang digunakan adalah asli. Namun, dispendukcapil belum bisa memastikan nomor register itu digunakan untuk daerah mana.

Jaringan tersebut membuat buku nikah palsu dan dokumen lain seperti KTP, paspor, dan KK. Ribuan file data identitas palsu ditemukan polisi di komputer yang disita dari pelaku. Khusus untuk buku nikah, Munir mengaku mendapat pesanan dari orang di Pamekasan, Madura. ''Ini yang masih kami dalami. Sebenarnya, blangko-blangko itu didapat dari mana,'' ujar Feri.

Menurut alumnus Akpol 2007 tersebut, para pelaku memang tidak terlalu membuka identitas penjual blangko identitas itu. Ada yang menyebut bahwa blangko tersebut berasal dari Jakarta dan Surabaya. Perwira asal Magelang itu mengatakan, tidak tertutup kemungkinan asal usul blangko tersebut melibatkan oknum di dalam percetakan ataupun dispendukcapil di daerah tertentu. (gun/c8/fat)

 


KTP buatan Arifin memang palsu. Namun, untuk mengetahuinya tidak bisa dilakukan secara kasatmata. Bahkan, aparat berwenang pun tidak bisa membedakan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News