Perang Terigu

Oleh: Dahlan Iskan

Perang Terigu
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Kami kian sulit mendapat gandum dari Australia," ujar pengusaha terigu di Makassar.

Baca Juga:

"Masih bisa dapat sih, tapi harganya naik drastis," katanyi. "Naik sampai 50 persen," tambahnyi.

Kenaikan harga itu membuat pengusaha mie dan roti di persimpangan jalan. Sebagian berani menaikkan harga jual. Sebagian lagi pilih mengurangi produksi.

Hanya sedikit yang berani menurunkan kualitas: dengan cara mengganti bahan baku dengan terigu yang lebih murah.

Dengan kenaikan harga terigu sampai 50 persen, tidak mungkin tidak menaikkan harga jual. Pada akhirnya. Kecuali perang segera selesai. Terigu kembali normal.

Faktor harga sangat sensitif bagi produk seperti Indomie.

Bisa saja, awalnya, produsen akan memilih menurunkan produksi. Tanpa menaikkan harga. Sekadar untuk mengurangi kerugian. Sekalian untuk merencanakan pembentukan harga baru. Sambil lihat-lihat apa yang dilakukan pesaing.

Di tahap inilah persaingan antar produk menjadi sangat seru. Kini saatnya mereka adu cerdik strategi marketing. Agar kerugian bisa ditekan, tapi pangsa pasar tidak dimakan pesaing.

Saya pun bertanya ke beberapa sumber yang dekat dengan terigu. Ternyata Indonesia memang impor gandum sangat besar dari Ukraina:

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News