Perempuan Harus Berani

Perempuan Harus Berani
Siti Nurbaya bersama dua cucunya, Azsyifa Nuraya dan Zaira Addeva, di rumah dinasnya, Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/4). Foto: Ricardo/JPNN

Jika ada waktu luang, berlibur kemana saja Bu?

Waktu libur saya sedikit. Kadang enggak libur. Jadi saya paling senang ketemu cucu. Kalau sudah lelah, lalu bertemu cucu itu senang rasanya. Atau enggak saya balik ke rumah di Cibubur dan kumpul dengan keluarga. Paling begitu saja kalau liburan. Saya lebih sering minta anak dan cucu ke rumah dinas, jadi saya bisa bertemu mereka saat pulang kerja atau sebelum berangkat kerja.

Ibu di partai dan kerja di pemerintahan, apa sering ada tekanan dari bos?

Enggak-enggak. Saya masih di Nasdem tapi tidak di struktural lagi. Ini partai modern dan begitu bebas saya berkreasi. Malah kami mendapat dukungan dan diingatkan juga tugas-tugas di kementerian. Kami ada evaluasi selalu. Terutama kementerian kami kan operasional.

Ibu canggung enggak harus memimpin dua kementerian yang dilebur?

Kalau soal canggung, saya sudah belajar itu lama. Waktu saya Ketua Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI) tahun 1983, di situ saya belajar untuk tidak canggung. Saya bertemu banyak jenis orang. Laki-laki yang galak-galak, preman-preman yang bisa angkat meja banting depan saya. Saya pernah bertemu orang-orang seperti itu,  jadi saya sudah lalui kecanggungan itu dan saya pelajari.

Di dalam exercise, politik kantor saya sudah selesai sejak Kemdagri. Saya selalu berhati-hati karena di beberapa hal saya selalu menjadi perintis. Saya jadi Sekjen Kemdagri perempuan pertama, Ketua AMPI perempuan Indonesia pertama, jadi saya hati-hati. Saya tidak ingin kalau salah-salah, lalu perempuan mendapat label lemah. Nanti perempuan lain enggak dapat kesempatan karena saya. Itu sebenarnya tekad juga, jadi enggak ada  kecanggungan.

Waktu penyatuan dua kementerian, kami kumpulkan bersama dua belah pihak dan elemen lain. Empat hari berturut-turut untuk bahas itu. Alhamdulilah selesai, termasuk cepat dan mulus.

"TAHUKAH engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News